Internasional

UNHCR: 80 Persen Warga Afghanistan Melarikan Diri Sebelum Taliban Berkuasa

Kam, 26 Agustus 2021 | 14:45 WIB

UNHCR: 80 Persen Warga Afghanistan Melarikan Diri Sebelum Taliban Berkuasa

Pengungsi Afghanistan. (Foto: Getty Images via BBC)

Jakarta, NU Online

Semenjak Taliban berhasil menguasai Afghanistan, negara tersebut kembali menjadi lokasi tidak ramah terhadap perempuan dan anak. Melansir situs resmi Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menyebutkan sekitar 80 persen dari mereka yang melarikan diri sejak akhir Mei adalah perempuan dan anak-anak.


"Kami sangat khawatir tentang dampak konflik terhadap perempuan dan anak. Sekitar 80 persen dari hampir seperempat juta warga Afghanistan yang terpaksa mengungsi sejak akhir Mei adalah perempuan dan anak-anak,” ucap Juru Bicara UNHCR Shabia Mantoo pada Konferensi Pers di Palais des Nations di Jenewa, pekan lalu.


Bahkan, dikatakan, sebelum jatuhnya Kabul pada 15 Agustus 2021, situasi telah memburuk. Hampir 400.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak awal tahun, dan bergabung dengan 2,9 juta warga Afghanistan lain yang sudah mengungsi pada akhir 2020.


Menurut angka UNHCR, tahun lalu, hampir 1,5 juta warga Afghanistan mengungsi ke Pakistan, menyusul 780.000 pengungsi lainnya mencari suaka ke Iran, kemudian Jerman berada diurutan ketiga, dengan lebih dari 180.000 pengugsi, dan Turki hampir 130.000.


Sementara Indonesia berada diurutan 15 dengan jumlah 7.600 di bawah Belgia. Oleh karena itu, UNHCR mendesak masyarakat internasional untuk segera meningkatkan dukungannya menanggapi krisis pengungsian Afghanistan terbaru ini.


"UNHCR menyerukan kepada negara-negara tetangga Afghanistan untuk menjaga perbatasan mereka tetap terbuka mengingat meningkatnya krisis di Afghanistan,” imbuh Shabia.


Melansir BBC News, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan pada Selasa (24/8) bahwa hak-hak perempuan adalah garis merah mendasar. Selain itu, dia juga menerima laporan telah ada perekrutan tentara anak dan eksekusi singkat oleh Taliban. 


Keterangan itu, ia sampaikan pada pertemuan darurat Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa. Tidak lama setelah itu, Dewan HAM PBB mengesahkan sebuah resolusi yang menegaskan ‘Komitmen Tak Tergoyahkan' untuk hak-hak perempuan dan anak.


Namun resolusi tersebut tidak memenuhi apa yang diminta oleh banyak kelompok hak asasi manusia-khususnya, tidak merekomendasikan penunjukan penyelidik khusus PBB untuk Afghanistan.


"Sejak mereka kembali berkuasa, para militan telah mencoba untuk menyampaikan citra yang lebih terkendali, menjanjikan hak-hak bagi perempuan dan anak, serta beberapa kebebasan berbicara,” kata Mc Bachelet.


Sementara, guru dan pegiat HAM di Afghanistan, Pashtana Durrani mengatakan bahwa dirinya tidak mempercayai hal yang dikatakan Taliban tentang hak-hak perempuan.


Ia meminta kejelasan tentang hak-hak apa saja yang di masa lalu memaksa perempuan mengenakan burka dan tidak mengizinkan anak perempuan berusia 10 tahun ke atas bersekolah.


Durrani berkata ia harus bersuara meskipun mengkhawatirkan keselamatan nyawanya. "Saya harus melawan sekarang, sehingga generasi mendatang tidak harus menghadapi semua konflik ini,” tegas dia.


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad