Lingkungan PROFIL DAI GAMBUT

Cara Ustadz Sadikin Urus Lahan Gambut Agar Tak Mudah Terbakar

Ahad, 17 Mei 2020 | 15:35 WIB

Cara Ustadz Sadikin Urus Lahan Gambut Agar Tak Mudah Terbakar

Ustadz Sadikin dai gambut di Kalimantan Tengah terus mensosialisasikan tata cara merawat dan menjaga kelestarian ekosistem gambut. (Foto: Dok Istimewa)

Jakarta, NU Online
Mengurus lahan gambut dibutuhkan keterampilan tersendiri, jika tidak lihai dalam pengelolaannya lahan gambut akan cepat mengering dan mudah terbakar. Sebagai masyarakat yang tinggal di perdesaan gambut pemantauan dan pengelolaan oleh warga harus dilakukan secara rutin. 
 
Semuanya penting digerakkan semata agar pemeliharaan lahan gambut dan pemulihan lingkungan cepat terealisasi. Umumnya, masyarakat enggan mengurusi lahan gambut karena merasa tidak memiliki keterampilan. 
 
Stimulus yang muncul di masyarakat tersebut akhirnya menyebabkan banyak lahan gambut terbengkalai dan saat kemarau datang, gambut terbakar dan secara nyata merugikan masyarakat sekitar. 
 
Tidak ingin hal itu terulang kembali, Ustadz Sadikin (45 tahun) seorang dai gambut pada Badan Restorasi Gambut (BRG) di Kalimantan Tengah terus mensosialisasikan tata cara merawat dan menjaga kelestarian ekosistem gambut. 
 
Ustadz Sadikin memang dikenal lihai dalam merawat dan mengelola kawasan gambut. Karena kelihaian itulah Ustadz Sadikin diminta pihak Desa Mahajandau Kecamatan Dusun Hilir, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah ikut serta bergabung di program Dai Peduli Gambut (DPG) BRG RI. 
 
Selain mensosialisasikan agar masyarakat tidak membuka lahan dengan cara dibakar, Ustadz Sadikin terjun langsung mengelola lahan gambut. Menurut Ustadz yang lahir tahun 1974 ini, mengelola lahan gambut sebenarnya mudah sekali, yang penting dilakukan rutin dan terus menerus dilakukan pemantauan terutama pada titik api.  
 
Cara yang pertama, ucap dia, pastikan kanal lahan  gambut berfungsi dengan optimal, artinya kanal yang berbentuk tanggul tidak bocor dan mampu menyimpan air. Maka ketika terjadi musim kemarau kanal tersebut tetap berair, lahan gambut pun tidak mengalami kekeringan secara parah. 
 
"Kalau masalah yang sebenarnya itu kanal-kanal yang ada tak berfungsi," kata ustadz yang pernah mondok di pesantren Manarul Huda, Kapuas itu saat berbincang dengan NU Online, Selasa (19/5). 
 
Cara kedua, kanal harus dibuat seperti cembung yaitu bentuk yang benar-benar bisa menahan air. Seluruhnya harus mendapat perawatan yang rutin agar air-air tersebut tidak jebol. 
 
"Agar tak ada air yang mengalir, ditutup kembali atau  dibuat cembung jadi tempat penampungan air ada tapi air tak bsia keluar. Apabila kemarau airnya tak bisa keringseperti itu," kata ayah tiga anak ini.
 
Dua cara itu, lanjutnya, yang bisa dilakukan masyarakat ketika merawat lahan gambut yang ada di sekitaran tempat inggalnya. Menurut Ustadz Sadikin, sejak tahun 2016 dimana dirinya menjadi seorang dai gambut, masyarakat banyak diberikan contoh oleh para dai gambut di Kalimantan Tengah terkait tata cara mengelola lahan gambut maka tidak ada alasan lagi bagi masyarakat untuk bermalas-malasan menjaga ekosistem gambut. 
 
"Saya jadi dai gambut tahun 2016, setelah itu saya sering kasih contoh, sering kasih tahu bagaimana cara mengelola lahan gambu yang ramah lingkungan. Saya juga sering ceramah di kantor desa, di masjid. Juga sering khutbah Jumat soal ajakan menyehatkan gambut," pungkasnya. 
 
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan