Lingkungan

Alam Semesta adalah Simbol Keberadaan Umat Manusia

Sen, 18 Mei 2020 | 08:00 WIB

Jakarta, NU Online
Tokoh lintas agama Clara Christiani menegaskan bahwa alam semesta terutama bumi adalah simbol keberadaan umat manusia di dunia. Karena itu wajib bagi pengisi alam seperti umat manusia menjaga dan merawat alam. 

"Alam adalah bagian pasti dari keberadaan hidup manusia. Taat manusia diberi kuasa dan keleluasaan untuk mengusahakan bumi dan juga tanggung jawab untuk memeliharanya," kata Clara saat menjadi narasumber Seminar Daring yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Indonesian Consortium Religius Studies (ICRS), Jumat, (15/5) lalu. 

Ia menambahkan, untuk mencapai pada kemauan merawat bumi dari kerusakan lingkungan diperlukan kesadaran dari setiap individu. Perlu juga diperhatikan bahwa bumi telah banyak memberikan manfaat yang luas untuk kehidupan umat manusia salah satunya adalah udara yang sagar yang dapat dihirup secara gratis. 
 
Menurut Clara, manusia sudah tergantung dengan alam, jika alamnya rusak manusia pun akan mengalami kesulitan. Contoh saja ketika gunung dirusak oknum tak bertanggung jawab yang terjadi adalah bencana banjir bandang yang merugikan umat manusia itu sendiri. 

"Sehingga manusia sangat tergantung pada alam. Artinya, manusia dan alam harus bersinergi untuk bersama-sama memuliakan Tuhan," ujarnya.
 
Pernyataan Clara Chistiani ini merespons tingginya dampak lingkungan akibat berbagai kerusakan alam salah satunya kebakaran hutan di sejumlah daerah Indonesia. 
 
Soal kebakaran hutan misalnya, menengok data di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)-BRG Indonesia. Selama 2019 kebakaran hutan dan lahan mencapai 857.756 hektar. 

Rinciannya adalah 630.451 hektar lahan mineral dan 227.304 hektar lahan gambut. Kemudian, total luasan terdiri dari 66.000 hektar di hutan tanaman industri (HTI), 18.465 hektar hutan alam, 7.545 hektar restorasi ekosistem (RE), dan 7.312 hektar di areal pelepasan kawasan hutan. Terbanyak di wilayah yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN yang sudah bersertifikat, seluas  110.476 hektar.

Sementara itu berdasarakan sebaran wilayah, antara lain, Aceh 680 hektar, Bengkulu 11 hektar, Bangka Belitung 3.228 hektar, dan Kepulauan Riau 6.124 hektar, Jambi 39.638 hektar, Lampung 6.560 hektar, Riau 75.871 hektar, Sumatera Barat 1.449 hektar, Sumatera Selatan 52.716 hektar, Sumatera Utara 2.416 hektar.

Lalu, Kalimantan Barat 127.462 hektar, Kalimantan Selatan 113.454 hektar, Kalimantan Tengah 134.227 hektar, Kalimantan Timur 50.056 hektar, dan Kalimantan Utara 2.878 hektar. 

Selain itu, Laporan Bank Dunia menyebutkan bahwa total kerusakan dan kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun 2019 mencapai lebih dari US$ 5,2 miliar. Angka ini setara dengan 0,5 persen produk domestik bruto (PDB) negara.

Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan terutama di areal gambut masyarakat diminta meningkatkan kesadarannya terkait pelestarian lingkungan. Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan gambut menjadi lahan hijan dan lahan pertanian produktif. 
 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori 
Editor: Kendi Setiawan