Nasional

2 Dampak Negatif Perpanjangan Masa Jabatan Kades menurut Pengamat UNU Yogya

Jum, 20 Januari 2023 | 17:00 WIB

2 Dampak Negatif Perpanjangan Masa Jabatan Kades menurut Pengamat UNU Yogya

Peneliti UNU Yogyakarta dan Alterasi Indonesia, Sunaji Zamroni. (Foto: dok pribadi)

Jakarta, NU Online
Belum lama ini sejumlah kepala desa (Kades) dari berbagai penjuru Nusantara berunjuk rasa ke Gedung DPR/MPR RI di Jakarta. Mereka menuntut perpanjangan masa jabatan. Dari saat ini 6 tahun, diubah menjadi 9 tahun.

 

Aspirasi para Kades itu pun menuai pro-kontra dari publik. Lantas apa sajakah dampak yang ditimbulkan dari perpanjangan masa jabatan kades ini?

 

Pengamat dan peneliti dari Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Sunaji Zamroni membeberkan dua dampak negatif yang secara signifikan akan timbul jika masa jabatan kepala desa (kades) diperpanjang 9 tahun.

 

1. Penyempitan kaderisasi
Menurutnya, regulasi kepemimpinan yang semakin panjang bisa berdampak negatif, salah satu dampak negatifnya adalah penyempitan kaderisasi.

 

“Sebetulnya masa jabatan yang tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa itu sudah pas dan semakin menantang para kader-kader pemimpin lain,” ucapnya.

 

UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur Kepala Desa memegang jabatan selama enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

 

2. Risiko KKN semakin besar
Ia mengatakan bahwa perpanjangan jabatan kades juga berisiko menimbulkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Intinya, sambung dia, jabatan seorang pejabat atau kades tidak perlu terlalu lama, karena berpotensi mendorong munculnya praktik KKN.

 

“Kepemimpinan di atas 5 tahun aja berisiko apalagi masa kades 9  tahun itu yang menurut saya jadi lebih berisiko,” kata pegiat Altrasi Indonesia itu.

 

Sebab, lanjut dia, setiap pemilihan atau pemilu tidak menjamin melahirkan pemimpin-pemimpin yang jujur dan profesional. Karenanya, usulan masa jabatan 9 tahun dinilai hanya akan menimbulkan masalah besar.

 

“Kita tidak bisa menjamin setiap pemilihan bisa memperoleh pemimpin yang jujur dan adil,” jelas dia,

 

Lamanya waktu jabatan, tambah dia, bisa dimaklumi jika pemimpin mampu merealisasikan janji-janji kampanyenya, membangun desa, pemerataan kesejahteraan rakyat, dan untuk bersama-sama maju.

 

“Tapi kalau sebaliknya, dalam kurun waktu sembilan tahun kemudian kades yang diamanahi anggaran besar dari pemerintah itu malah berkhianat maka bukan maslahat tapi justru menimbulkan risiko yang lebih besar,” imbuh dia.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi