Nasional

Ajarkan Anak Membalas saat Dipukul Temannya, Najelaa Shihab: Tidak Benar

Sab, 24 September 2022 | 10:30 WIB

Jakarta, NU Online
Sering kali orang tua mengajarkan kepada anaknya saat mengalami kekerasan oleh temannya dengan cara membalas setimpal, jika dipukul maka harus dibalas dengan pukulan. Namun ternyata hal ini tidak baik dan tidak benar. Psikolog yang juga seorang pendidik, Najelaa Shihab juga menentang keras hal itu.


"Mungkin orang tua sering kali sedih dan khawatir saat anaknya menjadi korban perundungan, jadi yang paling mudah dan dianggap aman oleh orang tua adalah mengajarkan untuk membalas. Hal ini sebenarnya tidak dibenarkan, karena ada hal lain yang bisa diajarkan kepada anak selain dengan membalas," tutur Najelaa dalam video yang diunggah di Instagram  Najelaashihab, Jumat (23/9/2022). 

 

Putri dari Prof Quraish Shihab itu juga menuturkan bahwa orang tua dan guru sering tidak tahu bahwa anak yang membalas kekerasan akan menjadi korban berikutnya dalam waktu yang tepat. Jadi membalas kekerasan dengan kekerasan pula tidak pernah menyelesaikan masalah. Justru meningkatkan eskalasi masalah dan lingkaran kekerasan di sekolah maupun di lingkungan teman sebayanya. 


"Saya juga paham bahwa tujuan utamanya adalah ingin anak bisa membela diri karena itu ketika anak dipukul ada teknik utama yang bisa dikuasai anak yaitu melindungi dirinya untuk berkata tidak, menutupi tubuh dengan gerakan aman, dan berjalan atau berlari meninggalkan tempat masalah," imbuhnya.


Ia menambahkan, menolak untuk terlibat dalam konflik dan agresivitas adalah keterampilan yang sangat penting untuk diajarkan sejak dini, itu termasuk kekuatan untuk tidak meladeni orang yang sedang melakukan agresi kepada kita baik yang bersifat verbal maupun fisikal.


Kemudian menurutnya anak juga perlu punya kemampuan mengadu masalah konfliknya kepada orang dewasa yang ada di sekelilingnya atau pun teman sebayanya. Ini perlu berhati-hati karena banyak anak yang tidak memiliki hubungan cukup dekat dengan teman lainnya, atau tidak memiliki lingkungan orang dewasa yang dipercaya dan membuatnya merasa aman untuk mengadukan masalahnya.


"Berhenti mengatakan balas saja karena itu solusi yang seolah-olah instan tapi tidak membuat anak kita memiliki kemampuan untuk menghadapi perundungan dan meresolusi konflik," kata Najelaa.

 

Setelah mengalami konflik itu maka waktunya untuk duduk bersama guru dan teman-temannya. "Kemudian meminta pihak sekolah untuk mengecek budayanya dan memastikan keamanan, kenyamanan, sikap saling peduli terhadap teman sebayanya,” pungkasnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Kendi Setiawan