Nasional

Akhlak dan Penyakit Orang Berilmu 

Ahad, 17 April 2022 | 21:00 WIB

Jakarta, NU Online

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla menyebut bahwa orang yang memiliki ilmu tidak cukup jika hanya sebatas berilmu. Di dalam kehidupan sehari-hari, kerap ditemui orang-orang yang cerdas secara intelektual tetapi ilmunya tidak disertai dengan akhlak atau etika. 


Di dalam tradisi NU dan pondok pesantren, para santri tidak hanya diajarkan tentang ilmu tetapi juga belajar memiliki sikap dalam berilmu. Inilah yang disebut Gus Ulil sebagai sikap keilmuan. 


"Kalau orang hanya memiliki ilmu yang mendalam atau secara intelektual cerdas tetapi tidak disertai dengan sikap keilmuan yang tepat maka orang itu bisa menjadi pusat kejengkelan orang lain. Kita seringkali merasa tidak suka kepada orang yang secara keilmuan alim, tetapi dia tidak punya akhlak yang baik," ungkap Gus Ulil dalam tayangan Inilah Penyakit Orang Berilmu diakses NU Online pada Ahad (17/4/2022). 


Ia menegaskan bahwa godaan terbesar orang berilmu adalah sombong. Bahkan, Gus Ulil menyebut, penyakit orang alim adalah arogansi. Ini terjadi di mana-mana, sejak dulu sampai sekarang. Kesombongan itu membuat ilmu yang ada pada seorang alim, menjadi tidak menarik. 


"Seorang alim yang sombong akan membuat orang tidak memiliki simpati kepadanya. Bahkan ilmu yang disertai dengan kesombongan itu bisa mendatangkan musibah dan kerusakan," tegas Pengampu Ngaji Ihya Online ini.


Gus Ulil kemudian mengutip pernyataan Sayyidina Umar yang menurutnya sangat penting. Pernyataan itu adalah anjuran untuk belajar dan sekaligus untuk memiliki sikap tenang (as-sakinah) dan sabar (al-hilmun)


Sikap keilmuan yang paling utama ada dua. Pertama, sakinah atau tenang. Seseorang yang memiliki ilmu sudah seharusnya punya kematangan. Ilmu harus membuat seseorang melakukan pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, tidak dengan emosional. 

 

"Orang yang memiliki ilmu sudah seharusnya dia bisa mengontrol dirinya, tidak mengumbar statemen (pernyataan) seenaknya dan apalagi membuat kegalauan atau kegusaran pada orang lain," tegas Gus Ulil. 


Kedua, al-hilmun atau sabar. Artinya, ketika orang memiliki ilmu kemudian diperlakukan tidak baik oleh orang lain maka tidak akan membalas dengan perbuatan jelek yang serupa. 

 

"Jadi orang berilmu yang sekaligus memiliki dua sifat itu (tenang dan sabar), maka akan dicintai oleh orang banyak. Ilmunya akan bermanfaat. Terkadang sikap keilmuan itu jauh lebih penting dari ilmu itu sendiri," ucap Gus Ulil.

 

Orang yang memiliki sikap keilmuan kurang baik, maka ilmunya akan membawa pada kerusakan bagi orang lain. Dengan kata lain, ilmu yang dimilikinya itu tidak akan melahirkan manfaat. Namun sebaliknya, sikap keilmuan yang tepat justru akan membuat ilmu membawa manfaat yang luar biasa. 


Adab lebih penting dari ilmu 

Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari mengutip sebuah ungkapan ulama sufi Abdullah bin Mubarak, dalam kitab Adabul Alim wal Muta’alim. 

 

  نَحْـنُ إِلَى قَلِيْــلٍ مِــنَ اْلأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيْرٍ مِنَ اْلعِلْمِ 

 

"Kita lebih membutuhkan adab (meskipun) sedikit dibanding ilmu (meskipun) banyak."

 


Kita sering mendengar bahwa di antara ciri yang membedakan manusia dari binatang adalah akal atau ilmu. Pernyataan ini tidak keliru. Tetapi mesti digarisbawahi bahwa di atas ilmu ada yang lebih urgen, yakni adab atau akhlak. Sebab, ilmu seberapa pun banyaknya tanpa disertai adab yang baik akan menjerumuskan manusia dalam perilaku binatang, atau mungkin lebih rendah. 


 


Betapa banyak peperangan, kesewenang-wenangan kekuasaan, kerusakan alam, atau sejenisnya muncul justru karena ditopang kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi zaman sekarang. Karena itu, yang paling mendasar dibutuhkan bagi peradaban manusia adalah adab.


Ilmu memang sangat penting, tapi pondasi berupa akhlak jelas lebih penting. Karena akhlaklah yang menyelamatkan manusia dari keserakahan, kezaliman, kekejaman, keangkuhan, kebencian, dan sifat-sifat tercela lainnya.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan