Nasional

Aksi Kamisan Ke-876, Keluarga Korban Pelanggaran HAM 1998 Sebut Negara Suburkan Impunitas

NU Online  ·  Kamis, 4 September 2025 | 22:00 WIB

Aksi Kamisan Ke-876, Keluarga Korban Pelanggaran HAM 1998 Sebut Negara Suburkan Impunitas

Sumarsih, ibu korban pelanggaran HAM 1998, di Aksi Kamisan Ke-876, pada Kamis (4/9/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Aksi Kamisan Ke-876 yang digelar di depan Istana Presiden, Jakarta, Kamis (4/9/2025), kembali menjadi ruang bagi keluarga korban pelanggaran HAM untuk menyuarakan kritik. Mereka menilai negara justru terus menyuburkan praktik impunitas.


Salah satunya datang dari Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Bernadinus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas dan menjadi korban pelanggaran HAM dalam peristiwa Semanggi I pada 1998.


Sumarsih menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, situasi hari ini tidak jauh berbeda dengan masa kelam 1998, ketika pemerintah cenderung otoriter dan militeristik.


"Saat itu ada 15 mahasiswa yang meninggal dunia. Kalau sekarang, korbannya ada mahasiswa, juga ada warga biasa. Artinya pemerintahan sekarang ini sudah kembali ke pemerintahan yang otoriter, militeristik, dan korup," tegas Sumarsih.


Selain menyoroti kondisi negara, Sumarsih juga menekankan lambannya penanganan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Ia menegaskan Komnas HAM tidak boleh berdiam diri.


"Komnas HAM harus segera menyelesaikan penyelidikan atas pembunuhan Munir, apapun hasilnya. Komnas HAM adalah pintu pertama penegakan hukum dan HAM sesuai undang-undang pengadilan HAM," ujarnya.


Namun, ia menilai lembaga-lembaga negara justru turut menjadi bagian dari budaya impunitas.


"Komnas HAM juga menjadi lembaga impunitas. DPR sama, Jaksa Agung juga pendukung impunitas. Sangat ironis sekali," tambahnya.


Meski begitu, Sumarsih mengaku tetap memiliki secercah harapan dari semakin banyaknya anak muda yang ikut serta dalam Aksi Kamisan.


"Hari ini korbannya hanya 5 orang, tadi kami ikut. Ini memberi harapan saya bahwa apa yang diperjuangkan Wawan dan kawan-kawannya akan ada yang melanjutkan," kata Sumarsih.


Ia kembali mengingatkan enam agenda reformasi yang menurutnya harus terus diperjuangkan.


Pertama, mengadili Suharto dan kroninya. Kedua, memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang ia nilai justru semakin subur.


Ketiga, menegakkan supremasi hukum dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat yang digantung oleh Jaksa Agung. Keempat, mengembalikan TNI dan Polri ke barak.


“Sekarang kita tahu semua, melalui undang-undang TNI mereka kembali ke ranah politik. Polisi pun sangat kejam terhadap masyarakat sipil,” ujarnya.


Kelima, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, namun dengan pengawasan agar tidak melahirkan ‘raja-raja kecil’ di daerah yang justru melakukan korupsi.


Keenam, mengawal amandemen UUD 1945 agar tidak disalahgunakan oleh penguasa.


“Kita masih ingat bagaimana wacana perpanjangan jabatan presiden tiga periode dimunculkan menjelang Pemilu 2024. Itu harus dicegah,” tegasnya.


Sumarsih menitipkan pesan khusus kepada generasi muda untuk konsisten menagih janji reformasi yang hingga kini tak kunjung terwujud.


"Inilah kewajiban anak-anak muda, terutama yang hadir di aksi Kamisan. Jangan pernah lelah menagih janji reformasi dan menolak lupa terhadap sejarah," pungkasnya.