Nasional

Ali Ramdhani Sebut Atheisme Tumbuh Akibat Pola Pendidikan yang Rigid

Sel, 4 April 2023 | 22:00 WIB

Ali Ramdhani Sebut Atheisme Tumbuh Akibat Pola Pendidikan yang Rigid

Dirjen Pendis Kemenag M Ali Ramdhani saat mengisi sebuah acara. (Foto: Kemenag)

Jakarta, NU Online
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Muhammad Ali Ramdhani menungkapkan bahwa atheisme atau kepercayaan yang meyakini bahwa tuhan tidak ada, itu tumbuh akibat pola pendidikan yang rigid.

 

“Atheisme tumbuh dan berkembang akibat dari pola-pola pendidikan yang terlalu keras, menajamkan aspek intelektual tanpa diiringi dengan rasa. Mereka terlalu berorientasi terhadap hal-hal yang sifatnya tekstual daripada kontekstual dan lebih mengagungkan nilai-nilai naqli daripada aqli,” kata Ali Ramdhani saat mengisi Konsinyering Kemenag, di Jakarta, Senin (3/4/2023).

 

Terkait atheisme ini, ia mengaku bahwa dirinya mendapatkan bocoran dari Ketua Umum PBNU KH Cholil Staquf, yang menyampaikan keresahannya ketika atheisme tumbuh dan berkembang secara pesat justru di epicentrum tempat pembangunan keagamaan, yaitu di Timur Tengah, tepatnya di Arab Saudi.

 

Dari obrolan itu, ia berharap madrasah reform mampu menciptakan madrasah sebagai episentrum sebuah bangunan peradaban.

 

“Kita berharap madrasah tidak sekadar berwujud menjadi menara gading yang indah, elok, dan berwibawa dipandang tetapi mewujud seperti mercusuar, yaitu sebuah institusi yang mampu menerangi dunia di saat kegelapan dan mampu menunjukkan arah bagi orang yang tengah mencari peradaban,” harapnya.

 

Untuk mewujudkan itu semua, ia mengatakan bahwa bentuk-bentuk moderasi dan konvergensi bisa menjadi bagian penting dalam membangun madrasah reform, yang mampu menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat bagi siswa didiknya.

 

“Cita-cita besar kita madrasah sebagai epicentrum peradaban di Indonesia ini dapat berjalan dengan baik tanpa menanggalkan sesuatu yang esensial, yaitu menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat bagi siswa-siswa yang belajar di madrasah kita,” ucapnya.

 

Gelaran konsinyering ini juga menghadirkan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang menyampaikan orasi ilmiah mengenai korelasi peradaban Islam terhadap masa depan pendidikan Islam di Indonesia.

 

Tokoh yang akrab disapa Gus Yahya itu menyampaikan ada dua jenis kesenjangan yang terjadi di dalam pendidikan islam yaitu kesenjangan paradigmatik dan kesenjangan teknologi.

 

"Ada dua jenis kesenjangan yang pertama adalah kesenjangan paradigmatik yakni kesenjangan terkait asumsi-asumsi dasar dari pendidikan itu sendiri,” kata Gus Yahya.

 

“Dan yang kedua adalah kesenjangan teknologi yaitu kesenjangan terkait instrumen-instrumen yang dipergunakan di dalam praktek pendidikan mulai dari model-model organisasi model manajemen sampai dengan perawatan-perawatan teknis lainnya,” sambungnya.

 

Ia melanjutkan bahwa kesenjangan paradigmatik dalam pendidikan tak terlepas dari peradaban tradisi kultural nusantara yang dipengaruhi oleh penetrasi pendidikan barat yang terjadi pada zaman penjajahan bangsa Eropa di Tanah air.

 

“Kesenjangan paradigmatik ini sangat kompleks tapi ini kurang lebih bisa kita katakan merupakan akibat dari perubahan-perubahan berskala peradaban yang dialami oleh dunia akibat penetrasi barat dan mau tidak mau juga menimpa komunitas-komunitas muslim di Indonesia, seperti pembedaan perlakuan antara kaum priyai dan pribumi,” terangnya.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi