Bekasi, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Mustofa Aqil Siroj menerangkan, saat Nabi Muhammad hijrah, setibanya di Madinah, ia melihat bahwa rupanya penduduk di Madinah beragam. Ada Yahudi, Nasrani, Majusi, dan lain-lain. Bagaimana sikap Nabi melihat keragaman seperti itu?
“Begitu Nabi melihat keragaman itu, Allah membimbingnya. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 8, Allah memerintahkan Nabi berbuatlah baik dan bersikaplah adil kepada siapa pun yang tidak memusuhi kamu,” jelas Kiai Mustofa dalam Peringatan Haul ke-9 Gus Dur, di Pesantren Motivasi Indonesia (PMI), Kampung Cinyosog, Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, pada Senin (7/1) lalu.
Dikatakan, jika konteks ayat tersebut ditarik ke Indonesia, maka sudah jelas bahwa pemeluk agama-agama lain sama sekali tidak memusuhi Islam.
“Apa pun agamanya selama mereka tidak memusuhi, maka jangan dimusuhi,” tegas Ketua Umum PB Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) ini.
Artinya, imbuh Kiai Mustofa, Allah melalui Nabi M uhammad telah mengajarkan nilai-nilai kebangsaan kepada umat Islam.
“(Itu) bisa disebut kebangsaan apabila ada rasa kemanusiaan,” katanya.
Pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon ini mengatakan bahwa doktrin Allah kepada Nabi Muhammad sangat luar biasa. Yakni diberikan cara-cara untuk bisa menjadi pemimpin di tengah kemajemukan penduduk atau warga masyarakat yang ada.
Lebih jauh Kiai Mustofa mengungkapkan, tiga surat Al-Quran pertama yang diturunkan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad tidak ada kalimat ‘Allah’ satu pun.
“Surat itu adalah Al-‘Alaq, disusul empat bulan kemudian Al-Muddatstsir. Setelah itu baru Al-Muzammil, dan kemudian baru Al-Fatihah. Ketiganya itu tidak ada kalimat Allah, tetapi adanya Rabb. Silakan cek,” terang Kiai Mustofa.
Ia lantas menerangkan perbedaan kalimat Allah dan Rabb di dalam Al-Qur’an. Istilah Rabb digunakan untuk menjelaskan bahwa di seluruh alam semesta ini adalah ciptaan Allah. Orang beriman dan yang tidak sekalipun, merupakan ciptaan Allah.
“Tetapi istilah Allah digunakan hanya untuk orang-orang yang menyembahnya saja, yang beriman kepada Allah saja,” terang Kiai Mustofa.
Itu berarti, lanjutnya, Nabi Muhammad diperintahkan Allah untuk menjadi pemimpin yang memandang seluruh masyarakat sebagai makhluk Allah. Jangan sebaliknya, hanya memandang seseorang beriman atau tidak kepada Allah.
Jangankan manusia, binatang pun harus dihormati. Karena binatang, seburuk apa pun, kedudukannya sama dengan manusia, yakni sama-sama makhluk Allah. Apalagi manusia, bahwa Allah memuliakan bani Adam.
“Inilah doktrin kebangsaan Allah untuk Nabi Muhammad,” pungkas Kiai Mustofa. (Aru Elgete/Fathoni)