Nasional

Angka Perceraian Terus Meningkat, Ini Tips Bangun Rumah Tangga Langgeng

Kam, 28 September 2023 | 06:30 WIB

Angka Perceraian Terus Meningkat, Ini Tips Bangun Rumah Tangga Langgeng

Ilustrasi perceraian. (Foto: NU Online/Freepik)

Sumenep, NU Online 
Ketua Himpunan Psikologis Indonesia (Himpsi) Cabang Sumenep, Jawa Timur, Kiai Zamzami Sabiq Hamid menegaskan, banyak faktor yang memicu angka perceraian di Indonesia terus melonjak. Berdasarkan laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada 2022. Jumlah ini naik 15,31% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 447.743 kasus. 


Menurutnya, salah satu faktor penyebab perceraian adalah kehilangan love and belongingness atau rasa mencintai dan memiliki. Love and belongingness termasuk kebutuhan penting bagi seseorang untuk bisa beraktualisasi diri. Kasih sayang yang berkurang dan munculnya prasangka-prasangka negatif, mengakibatkan kerenggangan dalam rumah tangga.


"Secara psikologis salah satu pemicu perceraian juga karena komunikasi dan kepercayaan (trust) yang buruk dengan pasangan," ujarnya kepada NU Online, Rabu (27/9/2023).


Sekretaris Pengurus Cabang (PC) Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Sumenep ini menyebutkan beberapa problem pemicu perceraian. Ia mengutarakan, faktor utama tidak lepas dari masalah perselisihan dan pertengkaran. 


"Kemudian juga karena alasan ekonomi, suami atau istri tidak bersama lagi atau meninggalkan pasangannya. Termasuk poligami bisa menjadi pemicu perceraian serta adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)," ungkapnya.


Untuk mencegah perceraian, Kiai Zamzami sapaannya memberikan solusi yang bisa dijadikan tips bagi Nahdliyin agar hubungan rumah tangganya langgeng hingga kakek-nenek.


Pertama, saling menghargai baik suami dan istri. Kedua, jaga dan pahami pola komunikasi dengan pasangan, karena komunikasi memegang peran penting dalam pernikahan. Ketiga, jangan gengsi untuk meminta maaf pada pasangan jika melakukan kesalahan.


Keempat, lanjutnya, jangan pernah membandingkan pasangan dengan orang lain, karena akan berakibat fatal bagi hubungan pernikahan. Kelima, sesibuk apapun, sempatkan waktu untuk quality time dengan pasangan. Jika perlu deep talk untuk obrolan bisa lebih dalam lagi dengan pasangan. Yang keenam adalah tetap komitmen pada hubungan.


Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake, Bluto, Sumenep itu menjelaskan, secara fisik dan psikologis usia ideal seseorang untuk menikah di usia 20 - 25 tahun bagi perempuan dan 25 - 30 tahun bagi laki-laki. 


"Pada usia tersebut, baik perempuan maupun laki-laki sudah mampu berpikir secara dewasa dan matang," terangnya.