Nasional HARI SANTRI 2016

Apa dan Siapa Pengarang Shalawat Nariyah?

Kam, 29 September 2016 | 15:03 WIB

Jakarta, NU Online
Sebagian kalangan mempertanyakan dan bahkan menuding tak berdasarnya Shalawat Nariyah yang akan dibacakan warga NU pada malam peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober mendatang. Pokok persolannya, menurut mereka adalah tidak diketahui pengarangnya.

Dewan Pakar Aswaja NU Center Jawa Timur KH Ma’ruf Khozin mengatakan, jika beralasan karena ketidakjelasan siapa pengarangnya, maka Mufti Mesir, Syaikh Ali Jumah yang digelari Allamah Ad-Dunya, mendapat sanad yang sempurna dari gurunya Syaikh Abdullah al-Ghummar.

Syaikh Abdullah al-Ghummar, menurut Ma’ruf, adalah seorang ahli hadits dari Maroko, yang sampai kepada muallif (pengarang) Shalawat Nariyah Syaikh Ahmad At-Tazi al-Maghribi (Maroko).

“Kesemuanya secara musyafahah, menyampaikan bacaan shalawat tersebut dari guru kepada muridnya secara langsung,” katanya kepada NU Online melalui surat elektronik, Rabu (28/9).

Sementara nama Shalawat Nariyah, ada kalangan alergi dengan ‘nar’ yang memang populer dengan sebutan Nariyah. Sebagian orang menganggap bahwa makna ‘nar’ adalah neraka, ‘iyah’ adalah pengikut, yang disimpulkan‘pengamal nariyah’ adalah pengikut ahli neraka.

Maka, hal itu sangat tidak tepat. Perhatikan dalam Al-Qur’an berikut ini:

إِذْ رَأَىٰ نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى

“Ketika ia (Musa) melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu". (Thaha: 10)

Menurut Syaikh Abdullah al-Ghummari, penamaan dengan Nariyah karena terjadi tashif atau perubahan dari kata yang sebenarnya taziyah. Sebab keduanya memiliki kemiripan dalam tulisan Arab, yaitu النارية dan التازية yang berbeda pada titik huruf. Di Maroko sendiri shalawat ini dikenal dengan shalawat Taziyah, sesuai nama kota pengarangnya.

Sementara dalam kitab Khazinatul Asrar, sebuah kitab yang banyak memuat ilmu tasawuf dan tarekat karya Syaikh Muhammad Haqqi Afandi An-Nazili, disebutkan bahwa Syaikh Al-Qurthubi menamai shalawat ini dengan nama Shalawat Tafrijiyah, yang diambil dari teks yang terdapat di dalamnya yaitu (تنفرج).

Demikian halnya Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani menyebut dengan nama shalawat At-Tafrijiyah dalam kitabnya Afdlal ash-Shalawat ala Sayidi as-Sadat pada urutan ke 63.

“Semua syubhat (propaganda) dalam shalawat Nariyah telah kita ketahui dalilnya sehingga boleh kita amalkan. Akan tetapi, jika penolakannya, keengganannya dan keberatannya karena kebencian kepada kami para santri, maka tak cukup 1000 dalil untuk memuaskan dahaga kebenciannya,” pungkas anggota LBM PWNU Jatim ini. (Abdullah Alawi)