Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Puasa di bulan Ramadhan merupakan satu kewajiban bagi umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, perempuan yang tengah haid tidak diperbolehkan untuk menjalani rukun Islam keempat ini dan wajib menggantinya di lain hari.
Menjadi pertanyaan bagaimana dengan perempuan yang masih mengeluarkan darah setelah waktu maksimal haid atau yang disebut istihadhah, apakah mereka masih harus mengganti puasanya di lain hari atau harus puasa di saat itu juga?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada satu hadits Rasulullah saw yang menceritakan tentang perempuan istihadhah. Hadits berikut ini diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah ra.
أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ، سَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ، فَقَالَ: «لاَ إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ، وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا، ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي»
“Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi Muhammad saw, ia berkata: “Aku pernah Istihadhah dan belum bersuci, apakah aku mesti meninggalkan shalat?” Nabi pun menjawab: “Tidak, itu adalah darah penyakit, namun tinggalkanlah shalat sebanyak hari yang biasa engkau haid sebelum darah istihadhah itu, kemudian mandilah dan shalatlah” (HR Bukhari).
Dari hadits di atas, sebagaimana dilansir NU Online, ada satu kesimpulan yang dapat dipahami, bahwa perempuan istihadhah tetap diwajibkan untuk menjalani ibadah shalatnya. Artinya, perempuan tersebut tidak diperkenankan untuk meninggalkan shalatnya.
Hadits di atas juga memberikan pemahaman bagi para ulama, bahwa kewajiban apapun tetap harus dilaksanakan oleh perempuan yang tengah istihadhah. Bukan hanya shalat, puasa di bulan Ramadhan juga tetap harus dilakukan pada saat itu juga. Sebab, hal-hal yang haram saat haid, tidak berlaku Ketika perempuan tersebut istihadhah. Demikian ini sebagaimana termaktub dalam kitab Al-Majmu’ ‘ala Syarhi Al-Muhadzdzab Juz 2.
Saat berpuasa, perempuan istihadhah perlu berhati-hati dalam kebiasaan menyumbat kemaluan. Sebaiknya, cukup membalut kemaluannya dengan penutup, tanpa perlu menyumbatnya dengan kapas untuk menghindari keluarnya darah saat hendak melakukan shalat. Hal itu merupakan bentuk masuknya benda (‘ain) pada bagian dalam tubuh (jauf) yang berakibat pada batalnya puasa.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi
Terpopuler
1
Hasil Sidang Sengketa Pilpres 2024: Seluruh Permohonan Anies-Muhaimin Ditolak MK
2
Ini Profil Delapan Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024
3
Apa Itu Dissenting Opinion dan Siapa Saja Hakim yang Pernah Melakukannya?
4
Sidang Putusan MK, Berikut Petitum Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud
5
Lolos Perempat Final Piala Asia U-23, Lawan Berat Menanti Timnas Indonesia
6
Terkait Hasil Pemilu, PBNU Serukan Patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi
Terkini
Lihat Semua