Nasional

Aturan Pengeras Suara Masjid di Sejumlah Negara

Kam, 23 Agustus 2018 | 08:15 WIB

Aturan Pengeras Suara Masjid di Sejumlah Negara

Ilustrasi (firstpost.com)

Jakarta, NU Online
Kontroversi pengeras suara di masjid kembali muncul pasca Meiliana, perempuan asal Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara divonis penjara 18 bulan atas pasal penodaan agama oleh Pengadilan Negeri Medan karena memprotes azan yang menurutnya terlampau bersuara keras.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui salah seorang ketuanya, Robikin Emhas menilai bahwa ketika seseorang ada yang mengatakan, suara azan terlalu keras, hal itu bukan merupakan penodaan atau penistaan agama.

“Mengatakan ‘suara azan terlalu keras’ menurut pendapat saya bukan penistaan agama. Tanpa bermaksud menilai putusan pengadilan, saya tidak melihat ungkapan tersebut sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu,” ujar Robikin, Kamis (23/8) di Jakarta.

Senada dengan Robikin, salah seorang saksi dalam persidangan Meiliana, Rumadi Ahmad, azan tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk mendakwa bahwa seseorang telah menodai agama atau melakukan penodaan agama.

“Azan itu bukan ashlun min ushuluddin, bukan pokok-pokok ajaran agama sehingga tidak bisa dijadikan dasar penodaan agama,” ujar Rumadi, Rabu (22/8) sesaat setelah memberikan kesaksian.

Terkait persoalan pengeras suara di masjid, ada berbagai macam peraturan yang dilakukan oleh sejumlah negara yang berhasil dihimpun NU Online, antara lain:

Arab Saudi
Dilansir dari Arab News seperti dikutip Tirto, negeri tempat kiblat umat muslim sedunia, Arab Saudi punya aturan ketat yang hanya mengizinkan pengeras suara dipakai untuk keperluan azan, salat jumat, salat Ied, dan salat minta hujan.

Sejak 2015 silam Kementerian Agama Islam di Arab Saudi melarang masjid menggunakan pengeras suara di bagian luar, kecuali untuk adzan, sholat Jumat, sholat Idul Fitri dan Idul Adha, serta sholat minta hujan. Kebijakan ini diambil menyusul maraknya keluhan warga ihwal volume pengeras suara yang terlalu besar. Arab News melaporkan tahun lalu masjid-masjid diperintahkan mencabut toa dari menara.

Mesir
Di Mesir, Menteri Wakaf Mohamed Gomaa melarang penggunaan pengeras suara masjid untuk menyiarkan salat tarawih dan ceramah agama selama bulan suci Ramadan 2017 lalu, sebagaimana diberitakan oleh Egyptian Streets dan dikutip Tirto.

Meski tidak melarang azan lewat pengeras suara, Gomaa menjelaskan keputusannya itu bertujuan agar umat Islam dapat beribadah dengan khusyuk tanpa harus terganggu oleh pengeras suara yang saling tumpang tindih.

Keputusan pemerintah Mesir melarang pengeras suara masjid digunakan untuk selain azan juga didukung oleh Universitas al-Azhar. Larangan ini terutama mulai diawasi sejak bulan Ramadan 2018 lalu. Al-Azhar mengatakan, pengeras suara bisa mengganggu pasien di rumah sakit atau manula dan sebabnya bertentangan ajaran Islam. Bahkan, Mesir melarang masjid menggunakan pengeras suara saat tarawih selama bulan suci Ramadhan.

Bahrain
Belum lama ini Kementerian Agama Islam di Bahrain memperpanjang larangan penggunaan pengeras suara di masjid selain untuk adzan. Lantaran banyak keluhan, pemerintah juga meminta masjid menurunkan volume pengeras suara.

"Islam adalah soal toleransi, bukan mempersulit kehidupan orang lain dengan mengganggu lewat pengeras suara," kata Abdallah al-Moaily, pejabat Departemen Kehakiman Urusan Islam dan Wakaf kepada GulfInsider yang juga dilansir Tirto.

Aturan serupa berlaku pula di Bahrain yang jaraknya delapan jam dari Dubai via jalan darat. Pada November 2017, pemerintah mendorong pihak-pihak yang merasa dirugikan agar mengadukan masjid yang mengumandangkan azan dengan speaker menggelegar.

Menanggapi aduan banyak orang, Moaily menjelaskan bahwa pengeras suara yang diarahkan ke luar bangunan masjid tidak diperlukan untuk kegiatan doa, khotbah, dan ceramah lainnya, karena akan mengganggu istirahat dan ketenangan orang lain.

Malaysia
Di Malaysia aturan ihwal pengeras suara masjid bergantung pada negara bagian masing-masing. Penang, Perlis dan Selangor termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan selain untuk adzan. Dalam fatwanya mufti Perlis, Datuk Asri Zainul Abidin, menegaskan larangan tersebut sudah sesuai dengan ajaran nabi Muhammad S.A.W untuk tidak mengganggu ketertiban umum.

Dilansir dari New Strait Times sebagaimana dikutip Tirto, penguasa Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah, pada Oktober 2017 resmi melarang penggunaan pengeras suara masjid kecuali untuk untuk azan dan pembacaan ayat-ayat Al-Quran. Sementara untuk khotbah dan ceramah-ceramah lainnya, pengeras suara hanya boleh digunakan di dalam batas lingkungan masjid dan surau.

Uni Emirat Arab
Pemerintah setempat tidak menerbitkan ketentuan khusus mengenai pengeras suara masjid. Namun penduduk didorong untuk menyampaikan keluhan jika volume pengeras suara terlalu tinggi. UAE menggariskan suara adzan tidak boleh melebihi batas 85 desibel di kawasan pemukiman agar tidak mengganggu aktivitas warga setempat.

Dilansir Tirto, Februari 2017 silam, pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) menertibkan pengeras suara masjid di ibukota Dubai melalui instruksi Departemen Urusan dan Kegiatan Amal Islam UEA (IACAD). Pemerintah mempersilahkan warganya untuk melaporkan masjid yang membunyikan pengeras suara di luar batas kewajaran. 

IACAD berpegang pada ambang batas kebisingan pengeras suara yang tidak boleh melebihi 85 desibel (dB). Sementara tes kebisingan yang dilakukan The National di kawasan pemukiman dan bisnis Barsha Heights, misalnya, menunjukkan volume rata-rata 86 dB.

India
Pemerintah mengawasi penggunaan pengeras suara yang tak berizin di masjid-masjid. Aturan nasional antara lain membatasi volume pengeras suara di ruang publik menjadi maksimal 10 desibel di atas volume derau di sekitar atau 5dB di atas volume bunyi-bunyian di ruang pribadi. Aturan yang juga didukung ulama Islam India ini diterbitkan untuk menjamin ketertiban umum.

Nigeria
Lain halnya dengan Nigeria, pihak berwenang di wilayah Lagos tak segan-segan menutup 70 gereja, 20 masjid dan 10 hotel, pub dan kelab malam terkait suara bising yang ditimbulkan mulai dari nyanyian di gereja hingga azan masjid yang menggunakan pengeras suara. Dikutip dari Tirto, keputusan itu tak lepas dari upaya kota Lagos untuk bebas dari suara kebisingan pada 2020.

Indonesia
Kementerian agama tidak membatasi volume pengeras suara masjid, melainkan hanya mengatur penggunaan toa untuk keperluan ibadah. Dalam instruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musholla, masjid diperkenankan menggunakan pengeras suara untuk azan dan pembacaan ayat Al-Qur'an maksimal 15 menit sebelum waktu shalat. Selama shalat masjid hanya boleh menggunakan pengeras suara di bagian dalam.

(Fathoni)