Nasional HARI AYAH

Ayah Harus Jadi Teladan Baik karena Tercermin pada Perilaku Anak

Kam, 12 November 2020 | 13:30 WIB

Ayah Harus Jadi Teladan Baik karena Tercermin pada Perilaku Anak

Ilustrasi ayah. (Foto: Pinterest)

Jakarta, NU Online

Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Agus Salim menegaskan, seorang ayah harus mampu menjadi teladan bagi anaknya. Artinya, sosok ayah itu mesti terlebih dulu memberi contoh perilaku baik kepada anak, salah satunya dengan bertutur kata yang santun. 


“Jangankan anak yang sudah berfikir, masih dalam kandungan saja berbagai perilaku dan perkataan ayah pasti akan melekat,” katanya, kepada NU Online, pada Kamis (12/11), bertepatan dengan peringatan Hari Ayah Nasional.


Ia lalu menukil maqalah (perkataan) Imam Ghazali, al-walad sirrul ab yang dimaknai bahwa rahasia ayah itu ada pada anak. Kemudian menurut Kiai Agus, orang-orang sekarang, terutama sosok ayah, banyak yang memaksakan kehendak kepada anak. 


“Jadi karena misalnya si ayah dulu tidak bisa begini, lalu anaknya mau tidak mau harus begini. Padahal kelakuan ayahnya tidak pernah berubah,” katanya.


Lebih jauh, ia menafsirkan ungkapan Imam Ghazali itu bahwa seorang anak menjadi cerminan dari sosok ayahnya. Walhasil, segala macam perilaku dan tindak-tanduk orang tua, terutama ayah, akan secara otomatis direkam oleh otak si anak.


“Secara otomatis juga seorang anak akan menjadi cerminan dari rahasia yang dimiliki ayah. Jadi anak itu adalah rahasia dari kita sendiri sebagai ayah. Itu pasti,” katanya.


Dalam sebuah riwayat hadits itu dikatakan ibda’ binafsik, artinya segala hal harus dimulai dari diri sendiri dulu. Karenanya, seorang ayah benar-benar dituntut untuk menjadi teladan. Kiai Agus juga mengutip peribahasa, buah jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya.


Contoh dan teladan baik yang diberikan ayah itulah yang kelak menjadi bekal bagi anak, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan masyarakat di sekitar yang tidak baik.


“Jadi kalau bekal baik itu sudah ditanamkan kepada anak, dan kelak ketika dewasa si anak ini berada di lingkungan yang buruk, tugas ayah hanya mengarahkan saja. Tapi ingat, mulai dari diri kita dulu. Tanamkan bahwa kita harus berperilaku baik, karena anak itu akan menjadi cerminan dari diri kita sendiri,” ungkap Abi Agus, begitu Ketua LD PBNU akrab disapa.


Sebelumnya, Sekretaris LD PBNU H Mochammad Bukhori Muslim pun menyatakan hal yang sama. Sosok ayah harus mewarisi dua hal, yakni ilmu dan teladan. Jika ayah tidak mampu memberikan ilmu yang memadai kepada anaknya, maka minimal cukup dengan memberikan contoh atau teladan yang baik.


Menurut Bukhori, fungsi dan peran ayah harus ditingkatkan dari berbagai aspek. Terutama soal pemberian pendidikan dan seorang ayah juga harus memberikan contoh serta teladan kepada anak. 


“Dengan begitu anak itu, merasa memiliki nasab kepada ayah. Tapi tidak hanya sekadar nasab darah, melainkan juga terhubung langsung nasab ilmunya ke ayah,” jelasnya. 


Oleh karena itu, ayah dituntut untuk terus belajar. Dikatakan Bukhori, banyak orang yang sekalipun usianya sudah tidak muda lagi, tetapi masih mengaji kepada para kiai. Hal ini, katanya, kerap ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.


“Misalnya ketika saya pernah dengar ada seorang yang mengaji ke KH Hasyim Asy’ari, dia ngajak anaknya. Padahal ayahnya sudah tua. Kan itu berarti sebetulnya, kewajiban menuntut ilmu atau ngaji secara sanad masih ada,” kata Bukhori.


“Jangan sampai ayahnya malu karena sudah tua sehingga tidak lagi mau belajar dan menitikberatkan hanya kepada anak untuk terus belajar. Pola itu harus diubah, jangan tidak mau belajar mentang-mentang sudah tua,” tambahnya.


Terkecuali jika memiliki alasan lain seperti seorang ayah yang tidak memiliki ilmu memadai dan sibuk mencari ma’isyah atau penghasilan secara finansial, sehingga tidak bisa mewarisi ilmu langsung kepada anaknya.


“Kalau kasusnya begitu maka boleh dititipkan (ke pesantren). Tapi sebenarnya yang harus digarisbawahi bahwa tugas utama ayah pertama kali itu adalah mendidik. Kalau ayah tidak punya ilmu bagaimana? Minimal memberikan contoh atau teladan,” katanya.


Karena itu, seorang ayah harus memiliki akhlak yang mulia serta memberikan contoh kepada anak seperti menghormati orang lain, menghargai guru, menghargai tetangga, dan bertutur kata yang baik. Berbagai teladan tersebut harus didapat pertama kali dari sosok ayah.


“Begitulah peran ayah. Jadi kalau ayah tidak punya ilmu pengetahuan dan sibuk mencari penghasilan maka minimal memberikan contoh yang baik kepada ayah. Misalnya lagi bagaimana menghormati perempuan dan menghormati ibu,” katanya.


Bukhori menambahkan, jangan sampai seorang ayah justru berkata kasar kepada anak. Bahkan sampai menghardik dengan kata-kata binatang. Perihal itu, menurutnya, sangat sederhana yang semestinya bisa dilakukan oleh ayah.


“Bahaya itu (kata-kata kasar kepada anak). Karena perjalanan kehidupan sang anak tergantung dari bagaimana ayah memberikan contoh dan teladan selama hidupnya. Ini (peran dan tugas ayah) yang harus ditekankan pada peringatan Hari Ayah Nasional,” katanya.


Hari Ayah dan sejarahnya


Pada setiap 12 November diperingati Hari Ayah Nasional. Peringatan ini bermula atas prakarsa dari Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP). Saat PPIP merayakan peringatan Hari Ibu dengan mengadakan Lomba Menulis Surat untuk Ibu pada 2014, di akhir acara sebagian besar peserta lomba menanyakan kapan penyelenggaraan lomba menulis surat untuk Hari Ayah.


Para peserta tersebut, menilai sosok ayah juga menjadi bagian penting dalam keluarga. Kemudian PPIP melakukan audiensi ke DPRD Surakarta untuk menanyakan peringatan Hari Ayah di Indonesia. Setelah melalui pemikiran panjang, PPIP akhirnya menggelar deklarasi Hari Ayah Nasional di Surakarta pada 12 November 2016.


Pada hari dan jam yang sama, deklarasi Hari Ayah juga dilakukan di Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur. Deklarasi digabungkan dengan hari kesehatan yang juga jatuh pada 12 November dengan mengambil semboyan ‘Semoga Bapak Bijak, Ayah Sehat, Papah Jaya’.


Selain itu, diluncurkan buku Kenangan untuk Ayah, yang berisi 100 surat anak Nusantara yang diseleksi dari Sayembara Menulis Surat untuk Ayah. Setelah deklarasi, buku dan piagam deklarasi Hari Ayah dikirimkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan empat bupati di Sabang, Merauke, Sangir Talaud, dan Pulau Rote.


Inilah yang menjadi tonggak sejarah penetapan Hari Ayah Nasional, dengan peringatan yang dilakukan setiap 12 November.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad