Nasional

Bagaimana Santri Ideal Menurut Gus Mus?

Sen, 1 Juli 2019 | 12:00 WIB

Semarang, NU Online
Menurut data Kementerian Agama RI, pada tahun 2019 terdapat 25.938 pesantren yang tersebar di seluruh Nusantara dengan jumlah santri sebanyak 3.962.700 orang. Di antara tiga juta lebih santri itu, perlu tolok ukur supaya mereka bisa masuk kategori santri ideal.

Menurut KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), santri yang ideal adalah santri yang mempertahankan akhlaknya santri salaf. Akhlak santri salaf yang pertama yaitu mengamalkan ilmunya dengan menjaga perilaku. Para kiai selalu menganjurkan ilmu itu harus diamalkan.

“Tidak hanya mempelajari misalnya bagaimana sifat-sifatnya Kanjeng Nabi. Kalau sudah tahu, kita mencoba melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Kanjeng Nabi. Jadi pertahankan akhlak yang seperti itu.” kata Gus Mus kepada NU Online usai mengisi acara Khataman Al-Ajurumiyyah dan Tahfidzul Quran di Pesantren Fadhlul Fadhlan, Semarang, Ahad (30/6/2019).

Selain itu, jangan pernah ketinggalan perkembangan zaman. Jadi landasannya itu akhlak santri yang salaf tapi pengetahuannya jangan sampai terbatas hanya itu-itu saja.

“Yang namanya ideal itu mengikuti. Ada media sosial harus tahu, IT harus tahu, di samping bahasa-bahasa sebagaimana di pesantren ini (Fadhlul Fadhlan, Semarang, -red) bilingual juga dipelajari,” tandas kiai sepuh yang pernah menjabat Rais Aam PBNU tersebut.  

Gus Mus menambahkan, yang disebut sebagai santri ideal  adalah santri yang tidak pernah berhenti belajar.

“Meskipun berhenti sekolah, berhenti mondok, berhenti kuliyah, tapi tidak boleh berhenti belajar karena dawuh Kanjeng Nabi itu minal mahdi ilal lahdi (dari buaian sampai liang lahat, -red). Kata Nabi lagi, orang itu akan tetap pandai selama ia masih belajar. Begitu dia berhenti belajar karena merasa pandai, mulailah dia bodoh,” urainya.

Terkait dengan asumsi sebagian kecil masyarakat yang menganggap santri tidak mengikuti arus modernitas, pemilik akun twitter @gusmusgusmu itu mengungkapkan bahwa santri tetap sesuai dengan zaman modern.

“Apa dikira santri tidak modern?. Siapa yang membikin kriteria modern dan tidak modern? Kita yang harus membuatnya sendiri modern itu begini. Kita sendiri yang mendefinisikan bahwa modern itu yang berakhlak, modern adalah yang berpengetahuan dan mengamalkan pengetahuan,” jelasnya. (Ahmad Mundzir /Aryudi AR)