Nasional

Bahas Spiritual Ekologis, Gus Yahya: Alam Bukan Objek Eksploitasi, tapi Tanggung Jawab Dipelihara

Sab, 3 Juni 2023 | 17:30 WIB

Bahas Spiritual Ekologis, Gus Yahya: Alam Bukan Objek Eksploitasi, tapi Tanggung Jawab Dipelihara

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat memberikan sambutan pada pembukaan Rakornas LPBINU di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/6/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Depok, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Tsaquf membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) di Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (6/3/2023) siang.


Dalam sambutannya tersebut, kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu membahas tentang gagasan spiritual ekologis, yaitu agama sebagai kendaraan spiritual umat manusia dalam melihat alam.


“Gagasan spiritual ekologis adalah bagaimana agama sebagai kendaraan spiritual umat manusia melihat alam, lingkungan hidup ini dari sudut pandang spiritualitasnya. Itu berarti bahwa umat manusia ini tidak boleh melihat alam hanya sebagai objek eksploitasi, tetapi harus menjadi tanggung jawab untuk dipelihara, dirawat kemaslahatannya,” ujarnya.


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam ayat-ayat Al-Qur’an, alam semesta bersama dengan isinya diciptakan untuk kepentingan umat manusia. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti manusia dipersilahkan untuk mengeksploitasi.


“Ini berarti bahwa kita diserahi tanggung jawab. Itu sebabnya manusia disebut sebagai khalifatullah fil ardhi, karena penanggung jawab atas bumi ini manusia. Maka kita harus bertanggung jawab dalam mengelola lingkungan hidup, lingkungan alam ini,” imbuh Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Menurutnya, untuk melakukan hal itu, butuh pemikiran yang jauh lebih mendalam. Ia berharap LPBINU menghasilkan produk macam-macam yang nantinya bisa sampai kepada bagaimana wawasan tanggung jawab lingkungan hidup.


“Ini bisa masuk dalam kurikulum lingkungan sekolah dan madrasah-madrasah kita, kurikulum pesantren kita bagaimana supaya masalah tanggung jawab terhadap lingkungan ini menjadi tema di dalam kegiatan dakwah kita. Bagaimana ini masuk ke dalam pelatihan kurikulum kader NU dan seterusnya, ini masalah yang mendasar sekali,” paparnya.


Di samping itu, Gus Yahya juga mengatakan bahwa penanggulangan bencana dan perubahan iklim merupakan masalah yang kompleks sehingga harus didekati dari berbagai perspektif menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat.


“Ini menyangkut masalah yang kompleks, apalagi seperti yang tadi sudah diuraikan menyangkut masalah perubahan iklim ini masalah yang sangat fundamental,” ujarnya.


Ia mengatakan bahwa masalah yang kompleks tersebut harus didesain sedemikian rupa menjadi output, menjadi produk-produk program dan arahan-arahan yang koheren. Kemudian harus berpikir bahwa memang ada titik-titik rawan tertentu di mana bencana itu menjadi rutinitas, kalau kita lihat landscape Indonesia.


“Kalau sudah tahu ya mestinya harus bersiap-siap dari awal, maka harus mulai ada mitigasi persiapan dari masyarakatnya. Ini harus dipikirkan kebijakan tentang ini. Ini yang saya harapkan dari LPBINU juga mencurahkan kapasitasnya untuk mengadress masalah ini, bagaimana kita membangun, mendesain agenda-agenda untuk mempersiapkan lingkungan,di titik-titik yang biasanya menjadi langganan bencana,” paparnya.


Sehingga, menurut Gus Yahya, ketika suatu saat nanti terjadi lagi bencana itu tidak ada kegugupan, tidak ada hal yang luput dari perhitungan, karena semua sudah direncanakan dengan baik penanggulangannya.


“Kemudian kedua tentu saja masalah penanggulangan sesudah bencana itu terjadi bagaimana, nah ini tidak kalah kompleks nya, karena ini menyangkut juga mobilisasi sumber daya,” pungkasnya.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: ٍSyakir NF