Nasional

Bahtsul Masail Haul Buntet Angkat Persoalan TKW yang Bekerja di Luar Negeri

Jum, 4 Agustus 2023 | 20:00 WIB

Bahtsul Masail Haul Buntet Angkat Persoalan TKW yang Bekerja di Luar Negeri

Suasana bahtsul masail Komisi B dalam rangka Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Kamis (3/8/2023). (Foto: Humas Haul Buntet Pesantren 2023)

Cirebon, NU Online

Menjadi tenaga kerja wanita (TKW) atau perempuan pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri penuh risiko. Desakan kebutuhan finansial dan gaji yang besar apabila bekerja di luar negeri menjadi salah satu faktor utama yang menjadi daya tarik. 


Namun, persoalan perempuan PMI tak pernah padam. Terdapat banyak masalah yang menimpa mereka di luar negeri. Mulai dari penganiayaan hingga retaknya hubungan rumah tangga. Sebab, demi memenuhi kebutuhan ekonomi, mereka rela meninggalkan keluarga dalam jangka waktu yang lama.


Persoalan TKW atau perempuan PMI ini dibahas sebagai salah satu topik dalam Komisi B Bahtsul Masail Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren Cirebon, pada Kamis (3/8/2023) malam. 


Topik tersebut diangkat dan menjadi pembahasan bahtsul masail atas kerja sama Panitia Haul Buntet dengan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) Jawa Barat.


"Problem masalah rumah tangga TKW, banyak sekali sekarang ini terjadi. Para wanita yang setelah berumah tangga harus memilih untuk bekerja di luar negeri, meninggalkan keluarganya dalam jangka waktu yang lama. Di sisi lain banyak terjadi penganiayaan, bahkan pelecehan yang dialami para TKW ini," jelas Tim Ahli LBM PWNU Jawa Barat KH Ahmad Yazid Fatah dalam konferensi pers, Jumat (4/8/2023) dini hari.


Di bahtsul masail tersebut, ada pertanyaan mengenai pandangan syariat terhadap seorang TKW atau perempuan PMI yang bekerja di luar negeri. Untuk memutuskan, para musyawirin mempertimbangkan sejumlah mudharat yang kerap menimpa perempuan PMI di luar negeri. 


"Jawabannya haram terkecuali jika dalam kondisi darurat dan kondisi yang mengharuskan dia untuk bekerja ke luar negeri," tegas Kiai Yazid.


Dilansir Komnas Perempuan, persentase perempuan PMI meningkat drastis dari 57 persen pada 2014 menjadi 70 perseb pada 2019, di saat jumlah PMI secara keseluruhan mengalami penurunan. 


Kemudian persentase perempuan PMI yang bekerja di sektor informal, termasuk PRT, juga meningkat dari 42 persen pada 2014 menjadi 51 persen pada 2019.


Meski sempat ditempa pandemi Covid-19, persentase perempuan PMI yang bermigrasi justru meningkat hingga 88 persen pada 2021, dan khusus pada perempuan PMI di sektor informal meningkat menjadi 77 persen pada 2021.


Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022 mencatat, walaupun jumlah perempuan PMI terus meningkat bahkan di saat pandemi, tetapi masih terus terjadi keberulangan kekerasan berbasis gender dan diskriminasi terhadap PMI termasuk pasca disahkannya UU Nomor18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. 
 

Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatat sebanyak 813 kasus kekerasan terhadap perempuan PMI sepanjang 2016-2022. 

 
*) Judul berita ini telah diedit pada Ahad (6/8/2023) pukul 22.15 WIB.