Jakarta, NU Online
Tenaga Ahli Bawaslu RI Masykurudin Hafidz mengatakan bahwa politisasi agama di media sosial dalam bentuk hoaks dan konten ujaran kebencian pada konteks politik berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. Beberapa kasus keretakan sosial akibat politisasi agama ini sudah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Demikian disampaikan Masykur dalam diskusi terbatas bersama Lembaga Bahtsul Masail PBNU di Jakarta, Kamis (17/1) sore, dalam rangka persiapan Munas NU 2019.
“Selain menjatuhkan elektabilitas pihak lain, politisasi agama mengancam pemecahbelahan umat. Yang relevan dan belakangan ini adalah pemindahan makam. Atau keluar dari grup media sosial,” kata Masykur.
Ia menambahkan bahwa politisasi agama melanggar konstitusi dan norma-norma agama sekaligus. Dengan demikian, politisasi agama merupakan sebuah kejahatan dalam konteks pemilihan umum.
Masykur membedakan istilah politisasi agama dari politik agama. Politik agama lebih kepada pilihan warga negara atas dasar pandangan agamanya. “Ini tidak masalah,” kata Masykur.
Politisasi agama merupakan bentuk kampanye di tegah masyarakat dengan untuk menaikkan elektabilitas pihaknya dan menjatuhkan elektabilitas pihak lain dengan dalil agama baik di media sosial maupun di dunia nyata.
Ia berpesan kepada masyarakat agar tidak mempercayai begitu saja informasi yang beredar terutama dalam suasana pemilihan seperti ini.
“Momentum politik, jangan pernah langsung percaya informasi yang masuk. Kita harus memastikan informasi itu benar. Yang lebih penting lagi adalah jangan pernah menyebar informasi meski itu menguntungkan pilihan politik pribadi atau kelompok,” kata Masykur. (Alhafiz K)