Nasional

Belajar dari Pemikiran Cak Nur tentang Beragama secara Inklusif

Rab, 24 Maret 2021 | 11:30 WIB

Belajar dari Pemikiran Cak Nur tentang Beragama secara Inklusif

Cak Nur coba membangun interpretasi baru atas makna keislaman dan bagaimana melihat agama lainnya.

Jakarta, NU Online.
Islam dan modernitas seakan menjadi permasalahan yang tidak dapat tumbuh secara beriringan. Pemahaman tentang tidak Islam jika tidak menjadi Arab serta tidak modern jika tidak ke barat-baratan seolah menghadirkan jarak antara Islam dan modernisasi. Padahal, implementasi berislam dan modernisasi tidak perlu menghadirkan dikotomi yang menjadi batas atas penerapan kedua hal tersebut.
 
Sebagaimana pemikiran salah satu tokoh Islam moderat Indonesia Nurcholish Madjid (Cak Nur) yang disampaikan oleh Nur Rofiah, Dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an Jakarta, bahwa orang Indonesia dapat menjadi Muslim dan Muslimah yang modern tanpa harus ke Arab-araban dan ke barat-baratan. 
 
“Cak Nur coba membangun interpretasi baru atas makna keislaman dan bagaimana melihat agama lainnya,” ungkap Nur Rofiah dalam webinar Beragama secara Inklusif: Belajar dari Cak Nur, Selasa (23/03).
 
Pandangan tersebut dilatarbelakangi dengan adanya permasalahan pluralisme beragama di Indonesia. Yang seharusnya menghadirkan kemaslahatan, namun justru membawa pada titik pertengkaran dan ketegangan antara mayoritas dan minoritas akibat cara pandang negatif terhadap umat agama lain. Seperti kafir dalam Islam dan anti kristus dalam Kristen. 
 
Menurut pandangannya, Nurcholish Madjid memberikan pandangan terhadap keluwesan beragama melalui pemaknaan Al-Qur’an yang dinamis. Perempuan yang juga sebagai dosen tafsir di PTIQ Jakarta ini mengungkapkan bahwa Cak Nur menggali makna lama dari penafsiran Al-Qur’an yang digunakan sebagai pijakan dalam mengembangkan makna baru yang sejalan dengan perubahan sosial modernitas sehingga menjadi luwes, namun tetap berpegang pada prinsip universal dalam Al-Qur’an. 
 
“Pandangan Cak Nur yang sangat kuat ialah tentang penjelasan status ketauhidan yang harus diiringi dengan pelaksanaan amanah sebagai khalifah dengan mewujudkan kemaslahatan di muka bumi,” ungkapnya.
 
Bentuk keluwesan lainnya dari Nurcholish Madjid terlihat dari substansi keislaman. Nur Rofiah menyampaikan, Cak Nur berpandangan bahwa bentuk ketakwaan yang sebenarnya ialah ketika seorang Muslim benar-benar bertauhid dan menyembah Allah, maka secara otomatis akan melahirkan kemaslahatan baik kepada dirinya maupun kepada seluruh makhluk di muka bumi.
 
Takwa yang sebenar-benarnya dapat dimaknai sebagai hubungan baik manusia kepada Allah yang memiliki daya dorong untuk melahirkan hubungan baik antarsesama manusia. “Sebaik-baik manusia ialah yang menjadi diri terbaik sehingga bisa bermanfaat secara maksimal dalam kehidupan manusia,” lanjut wanita yang tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia ini.
 
Penerapan konsep Islam yang luwes dan tidak eksklusif akan melahirkan seorang Muslim yang tidak hanya saleh, namun juga dapat melahirkan kemaslahataan. Baik dalam keluarga, masyarakat, negara, hingga semesta yang rahmatan lil alamin.
 
Kontributor: M. Ulil Hidayat
Editor: Syamsul Arifin