Belajarlah Tasawuf untuk Hindari Virus Radikalisme Kekerasan
NU Online · Selasa, 4 Mei 2021 | 22:30 WIB

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ahmad Nurwakhid. (Foto: Humas BNPT)
Ahmad Rozali
Kontributor
Jakarta, NU Online
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ahmad Nurwakhid mengatakan, salah satu kunci sukses untuk menghindarkan diri dari virus radikalisme kekerasan adalah dengan belajar dan mengamalkan ajaran tasawuf.
Ajaran tasawuf menurutnya sangat efektif membasmi virus radikalisme lantaran ajaran ini mengajarkan seseorang untuk menyucikan diri dari sifat yang selama ini identik dengan kelompok pengusung mazhab kekerasan seperti menganggap hanya dia sendiri yang memiliki kebenaran, suka menyalahkan orang lain, hingga terbiasa mengafirkan orang lain.
“Jadi tasawuf ini adalah kunci utama. Tasawuf ini adalah jawaban atau solusi yang paling efektif, paling tepat untuk menyelesaikan permasalahan krisis spiritual dalam beragama,” kata Ahmad Nurwakhid, Selasa (4/5).
Bahkan menurutnya, ajaran tasawuf dapat membimbing manusia untuk mengamalkan ajaran tertinggi Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. “Ajaran ini adalah jawaban agar bagaimana bangsa Indonesia ini bisa maju, bisa ‘rahmatan lil alamin’, bisa ‘baldatun tayyibatun warabbun ghafur,” lanjutnya.
Tasawuf sendiri secara umum dimaknai sebagai cara menyucikan jiwa dan hati dari segala bentuk hiruk-pikuk keduniaan dan mengisinya dengan kecintaan kepada Allah. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Oleh karena itu menurutnya, kunci dari keberhasilan dalam penanggulangan radikal terorisme dan keberhasilan dalam membangun bangsa dan bernegara adalah dengan pendekatan tasawuf keagamaan. Vaksinasi ideologi radikal harus dengan tasawuf keagamaan.
Berbeda dengan ajaran tasawuf, ajaran yang dipercaya kelompok penganut kekerasan, menurutnya, mengesampingkan pendekatan tasawuf. Kelompok ini, pada awal mulanya tidak menghendaki bahkan membenci perbedaan dan kelompok yang berbeda.
“Kalau misalnya sekedar tidak yasinan, tidak tahlilan, tidak maulidan itu nggak masalah, karena itu khilafiah atau ikhtilaf dalam agama .Tetapi ketika dia menjustifikasi atau mengintervensi dengan justifikasi sesat, bid’ah dan sebagainya maka itu sudah intoleran. Karena intoleran ini adalah watak dasar daripada radikalisme dan terorisme itu sendiri,” ujarnya.
Di samping itu, ajaran tasawuf sejatinya sangat sesuai dengan iklim Indonesia yang sangat majemuk. Indonesia tercatat memiliki lebih dari 1.200 suku bangsa, lebih dari seribu bahasa lokal, memiliki 17 ribu lebih pulau. Selain itu perbedaan agama juga begitu banyak di Indonesia. Dengan perbedaan sebanyak itu, menurutnya, tasawuf dapat menjadi jembatan perbedaan.
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
4
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
5
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
6
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
Terkini
Lihat Semua