Nasional SULUK MALEMAN

Berkah Tiang Listrik

Sen, 27 November 2017 | 12:00 WIB

Berkah Tiang Listrik

Foto: Anis Sholeh Ba’asyin dan KH. Abdullah Umar Fayumidalam Suluk Maleman di Rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (25/11)

Jakarta, NU Onlie
Tragedi tiang listrik yang sempat ramai dibicarakan rupanya menjadi topik bahasan yang cukup menarik dalam Suluk Maleman Akal Sakit, Bangsa Dihimpit yang digelar di rumah Adab Indonesia Mulia Sabtu (25/11) malam.

Kejadian itu bahkan dinilai budayawan yang juga penggagas Suluk Maleman, Anis Sholeh Ba’asyin, mampu menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat. Pasalnya rakyat seperti disadarkan betapa konyol dan kekanak-kanakannya perilaku para pemimpinnya.

“Seringnya rakyat dipaksa habis-habisan membela mereka, bahkan bersedia diadu-domba diantara sesama mereka; sedangkan elite politiknya justru berperilaku naif dan tak memedulikan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, dengan kejadian tiang listrik itu bisa menjadi pembuktian bahwa selama ini yang habis-habisan mereka perjuangkan hanya sinetron dagelan belaka,” ujar Anis Sholeh Ba’asyin.

Tak hanya itu, di era sekarang ini masyarakat juga seringkali dididik untuk membuat bangunan-bangunan kebohongan. Hal itu serupa dengan zaman Nabi Ibrahim dimana setiap kelompok masyarakat membuat patung-patung berhala pujaannya sendiri.

“Begitu pula sejarah, sedikit demi sedikit diubah sehingga nantinya kita tidak lagi sadar dan mengingatnya lagi. Banyak hal direncanakan dan dilakukan bersamaan untuk tujuan menghancurkan kita dari berbagai arah,” tambahnya. 

Meskipun kondisi saat ini penuh kekacauan, namun Anis tetap mengingatkan agar kita tidak perlu panik dan pusing. Karena dirinya meyakini segala sesuatu yang terjadi tak lain karena kehendak Allah.

“Nabi Muhammad dulu juga diberi wahyu sendirian ditengah kondisi masyarakat yang kacau. Tapi nabi selalu punya keyakinan dan itulah yang membuatnya menjadi terhubung dan dimudahkan jalannya,” terangnya.

KH. Abdullah Umar Fayumi, pemateri dalam Suluk Maleman menambahkan, dalam menjalani kehidupan setiap orang sebaiknya melakukan sesuatu bukan karena keinginan melainkan dari sebuah keyakinan. Hal itu pulalah yang diajarkan oleh leluhur sebagai sikap seorang waskita.

“Ada tiga hal yakni waskita, waspada, dan wicaksana. Waskito mengajarkan agar kita bisa membaca realitas baik tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan,” ujarnya. 

Sedangkan waspada mengajarkan untuk bagaimana bisa memilih sesuatu yang tepat. Barulah kemudian dijalankan dengan wicaksana atau bijaksana. Yakni pelan tapi pasti atau istiqomah. Yakin dengan pilihannya. 

Dia pun mencontohkan sikap itu seperti yang dimiliki oleh Gus Dur semasa hidupnya. Gus Dur, dikatakannya memiliki lima sikap yang mampu menjadi treatment dalam mengatasi sikap keduniawiannya.

“Gus Dur itu mandiri. Sudah merdeka dengan dirinya, makanya berani bersikap, selalu melakukan sesuatu karena keyakinan, bukan karena keinginan atau menggunakan bahasa lain: bukan karena ke-aku-an. Kecuali itu, beliau berjuang menggunakan cinta. Oleh karena itu Gus Dur mampu menyingkirkan penghalang mental sehingga akal kholbunya bisa terbuka,” ujarnya.

Sementara itu, dalam menjalani kehidupan yang serba pelik dan penuh tipudaya ini, Anis Sholeh Ba’asyin juga menganalogikan serupa saat nabi Musa melawan tukang sihir Firaun. Saat dihadapkan pada situasi penuh tipu daya tersebut, Nabi Musa diminta untuk melemparkan apa yang ada di tangan kanannya.

“Padahal kita tahu tangan kanan adalah simbol kebaikan. Maka dari itu berbuatlah kebaikan secara terus menerus. Dan sihir-sihir yang selama itu disebar oleh kelompok yang ingin menghancurkan kita, nantinya akan menghilang. Kalaupun belum bisa berbuat kebaikan minimal kita tidak berbuat keburukan kepada orang lain,” punkas Anis.

Acara Suluk Maleman itupun semakin ramai dengan selingan dari musik Sampak GusUran. Alunan musik beraliran religi itu membuat ratusan hadirin di acara ngaji budaya semakin khidmat dalam menyimak. Hingga kegiatan itu tak terasa baru rampung pada Ahad (26/11) dini hari. (Red: Kendi Setiawan)