Nasional

Bukan Jabatan, KH Achmad Chalwani Sebut Pengabdian Jadi Ukuran Pengurus NU

Sab, 2 Oktober 2021 | 05:00 WIB

Bukan Jabatan, KH Achmad Chalwani Sebut Pengabdian Jadi Ukuran Pengurus NU

Tangkap layar Wakil Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Achmad Chalwani pada video Youtube NU Online.

Jakarta, NU Online
Wakil Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Achmad Chalwani menyampaikan bahwa posisi pengabdian ada di atas jabatan. Untuk itu, ukuran pahala bagi pengurus NU tidak dilihat dari jabatan, melainkan pengabdiannya.

 

"Maka besok di akhirat ada orang yang jabatannya sudah di PBNU tapi pahalanya kalah dengan yang di ranting, karena pengabdiannya itu," ungkap Kiai Chalwani dalam tayangan Keramat Kanjeng Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng-KH Achmad Chalwani di kanal Youtube NU Online, diunggah Kamis (30/9/2021).

 

Pengasuh Pesantren An-Nawawi Purworejo itu menceritakan sosok Kiai Yasin Yusuf, tokoh orator NU yang seumur hidupnya dihabiskan untuk mengabdi dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama dengan menjadi Ketua MWCNU di salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Blitar.

 

"Itu Kiai Yasin Blitar, orator besar NU nasional, tapi selama hidup (menjadi) Ketua MWCNU Kademangan," ujarnya.

 

Diceritakannya, salah seorang utusan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Blitar datang menghadap Kiai Yasin. Tujuan utamanya adalah meminta kesediaan Kiai Yasin untuk masuk dalam jajaran PCNU setempat. "Apa kata Kiai Yasin? Kulo MWC mawon (saya di MWCNU saja)," imbuhnya.

 

Bukan hanya PCNU Blitar, menurut Kiai Chalwani utusan PWNU Jawa Timur pun melakukan hal yang sama. Namun, jawaban Kiai Yasin tidak berubah: tetap memilih untuk duduk di MWCNU Kademangan.

 

"Di saat yang lain, utusan PBNU datang ke Blitar meminta Pak Yasin duduk di PBNU, kata Pak Yasin; saya (di) MWC saja," katanya.

 

Untuk itu, Kiai Chalwani menegaskan bahwa hal terpenting bagi aktifis NU adalah pengabdian, bukan jabatan.

 

Keramat Kanjeng Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng
Dalam video tersebut, Kiai Chalwani menyampaikan sejarah Sunan Kalijaga yang berdakwah di daerah pantai selatan Purworejo. Saat itu, salah satu anggota Walisongo tersebut bertemu dengan Raden Cokro Wijoyo atau Sunan Geseng yang sedang menyadap pohon kelapa sambil bernyanyi.

 

"Sunan Geseng kalau nyadap kelapa, biar tidak capek nyanyi pakai Bahasa Jawa: thung klonthang klanthung wong nderes buntute bumbung," paparnya.

 

Kiai Chalwani menambahkan, dalam pertemuan tersebut Sunan Kalijaga menyapa dan menyampaikan pesan kepada Sunan Geseng bahwa ada bacaan lain yang mesti dibaca ketika sedang menyadap kelapa. Saat itu, Sunan Geseng diajarkan kalimat syahadat, istighfar, shalawat, dan zikir.

 

"Terus Sunan Kalijaga bilang; nanti kalau kamu nyadap kelapa, jangan lupa baca Bismillahirrahmanirrahim," tambahnya.

 

Suatu hari, sambungnya, Sunan Geseng akan menyadap kelapa dan mengamalkan ajaran dari Sunan Kalijaga, membaca basmallah, namun juga tidak meninggalkan bacaan berbahasa Jawa yang biasa dibacakan.

 

"Pagi hari (Sunan Geseng) kaget, ternyata hasil sadapannya itu berubah jadi emas. Itu keramatnya sang guru Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga dapat keramat dari sang guru Sunan Bonang, kolang-kaling jadi emas," tegasnya.

 

Menurut Kiai Chalwani, keramat para wali adalah bagian mukjizat dari para nabi. Maka, ingkar terhadap keramat para wali bisa menjadi sebab ingkar terhadap mukjizat para nabi. Jika sudah ingkar terhadap mukjizat para nabi, maka iman seseorang akan menjadi rusak.

 

Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Kendi Setiawan