Nasional

Buntut Kasus Harta Rafael Alun Trisambodo Turunkan Kinerja Perpajakan Kemenkeu

Jum, 10 Maret 2023 | 09:00 WIB

Buntut Kasus Harta Rafael Alun Trisambodo Turunkan Kinerja Perpajakan Kemenkeu

Kasus penganiayaan yang berkembang ke dugaan harta tak wajar eks pejabat Pajak Rafael Alun Trisambodo bakal berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap Ditjen Pajak Kemenkeu. (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai kasus penganiayaan yang berkembang ke dugaan harta tak wajar eks pejabat Pajak Rafael Alun Trisambodo bakal berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap Ditjen Pajak Kemenkeu.


Oleh karena itu, menurut dia, Kementerian Keuangan perlu mengembalikan kembali kepercayaan publik terhadap Ditjen Pajak dengan mereformasi birokrasi dan tata kelola pajak.


Seperti diketahui, Pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo tercatat memiliki harta kekayaan puluhan miliar sejak beberapa tahun lalu, ditopang oleh aset tanah dan bangunan. Harta Rafael tercatat lebih tinggi dari Dirjen Pajak maupun Menteri Keuangan.


Rafael, pejabat eselon III Kemenkeu pernah melaporkan harta kekayaan Rp56,1 miliar pada 2021. Angka itu melebihi laporan harta kekayaan atasannya, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yaitu Rp14,4 miliar (2021) dan mendekati laporan harta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yaitu Rp58,04 miliar (2021).


Sri Mulyani menyatakan bahwa total harta kekayaan Rafael itu tidak masuk akal, sehingga dia meminta Inspektur Jenderal (Itjen) Kemenkeu untuk melaporkan pengawasan, investasi, dan eksaminasi terhadap Rafael.


Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyelesaikan audit investigasi terhadap harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo (RAT). Hasilnya, terbukti bahwa Rafael Alun menyembunyikan harta dan tidak patuh perpajakan.


"Memang ini mengindikasikan pencucian uang, jadi LHKPN diakali oleh pejabat tak jujur dengan menggunakan nominee atau perjanjian pinjam nama. Ini modus yang biasa digunakan untuk pencucian uang," kata Fajry kepada NU Online, Kamis (9/3/2023).


Padahal, kata Fajry, secara keseluruhan kinerja penerimaan pajak beberapa tahun berangsur membaik dibuktikan dengan dua kali penerimaan pajak yang mencapai target.


"Belum pernah dalam sejarah seperti ini. Bahkan, tahun ini bakal hattrick mencapai target ketiga kalinya," terang Fajry.


Selain itu, pembaruan sistem birokrasi di Kementerian Keuangan jauh lebih terasa dibandingkan dengan kementerian dan lembaga pemerintahan lainnya. Misalnya, reformasi perpajakan melalui UU HPP.


"Kinerja DJP di bawah duet Suryo Utomo dengan Sri Mulyani sebagai Menkeu itu sebenarnya sudah sempurna. Penerimaan tercapai, reformasi kebijakan perpajakan jalan. Tapi semua tercoreng akibat tindakan oknum Rafael," ungkap dia.


Kendati demikian, ia yakin sebagian besar pegawai DJP masih jujur dan berintegritas. Jika dilihat dari data pegawai pajak yang berisiko, sangat kecil jumlahnya dibanding total keseluruhan jumlah pegawai DJP yang lebih dari 45 ribu pegawai. 


"Untuk itu, janganlah digeneralisasi bahwa pegawai DJP itu korup. Tanpa kerja mereka yang optimal, negara ini akan "oleng". Karena pajak adalah "darah" bagi negara sebagai "tubuhnya," tandasnya.


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad