Nasional ATLAS WALI SONGO (3)

Cara Wali Songo Mengislamkan Nusantara

Rab, 30 Januari 2013 | 04:01 WIB

Konsep “wali songo” merupakan pengambilalihan dari konsep kosmologi Nawa Dewata atau sembilan dewa, yakni dewa-dewa penjaga delapan mata angin ditambah satu dewa di titik pusatnya. Kedudukan dewa-dewa itu kemudian digantikan oleh manusia-manusia yang dicintai Tuhan, atau para wali yang berjumlah sembilan (songo). <>

Jadi konsep Wali Songo merupakan pengambilalihan dari konsep Nawa Dewa Dewata yang bersifat hinduistik menjadi konsep sembilan wali yang bersifat sufistik. Di kalangan penganut ajaran sufi ada sembilan tingkat kewalian dari mulai wali quthub sampai wali khatam, seperti disebut oleh Ibnu Araby dalam Futuhat Makiyyah.

Hal tersebut merupakan salah satu bagian saja dalam “Atlas Wali Songo” karya besar sejarawan NU Agus Sunyoto; untuk sekedar menjelaskan kunci sukses dakwah Wali Songo menyebarkan Islam di wilayah Nusantara. Pengambilalihan konsep Nawa Dewata itu beserta lambang-lambangnya dan abtraksi-abstraksinya merupakan hal yang luar biasa di saat bekas wilayah kekuasaan Majapahit sedang mengalami kemunduran dalam aspek sosiokultural-religius.

Seperti disinggung pada bagian 1, Islam yang sudah masuk ke wilayah Nusantara semenjak abad ke-7 Masehi baru diminati oleh penduduk asing dari Cina, Arab dan Persia. Baru pada akhir abad ke-15 hingga paruh abad ke-16 ada sekumpulan tokoh penyebar Islam yang berjuluk Wali Songo telah berhasil mengislamkan penduduk pribumi dengan metode dakwah yang khas; hampir tidak ada pergolakan dan penolakan.

Wali Songo berhasil menjelaskan apa itu Islam dan seluk-beluknya dengan perangkat-perangkat budaya yang ada dan dihayati oleh masyarakat. Islam “dibumikan” dengan prinsip bil hikmah wal mauidzatil hasanah wajadilhum billati hiya ahsan. Penjelasan mengenai Islam dikemas secara sederhana yang dikaitkan dengan pemahaman masyarakat setempat.

Wali Songo benar-benar masuk ke jantung kebudayaan masyarakat, tidak hanya soal yang rumit seperti kosmologi. Agus Sunyoto, mengutip salah satu primbon, menyebutkan tugas-tugas tokoh para Wali Songo dalam mengubah dan menyesuaikan tatanan nilai-nilai dan sistem budaya masyarakat. Misalnya Sunan Giri bertugas menjelaskan siklus perhitungan kalender dan perubahan hari. Sunan Gunung Jati mengajarkan tata cara berdoa, membaca mantra dan pengobatan. Sunan Drajat mengajarkan tata cara membangun rumah. Sunan Kudus mengajarkan cara membuat keris dan kerajinan emas.

Hal penting yang perlu dicatat dalam sukses dakwah Wali Songo adalah corak sufistik dalam ajaran-ajaran mereka. Istilah “wali” itu sendiri sangat lekat dengan kaum sufi atau kajian tasawuf.  Corak sufistik dalam hal ini diperbandingkan dengan corak fikih yang hitam-putih. Ajaran sufi lebih terbuka, luwes dan adaptif dalam menyikapi keberadaan ajaran selain Islam.

Keterangan gambar: Lambang Nawa Dewata (Surya majapahit).


A. Khoirul Anam
Serial ini ditulis dalam rangka menyambut kegiatan Pengajian Budaya dan Bedah Buku Atlas Walisongo untuk memperingati Harlah NU dan Maulid Nabi Muhammad SAW di halaman PBNU, Jakarta, 31 Januari dan 1 Februari 2013