Jakarta, NU Online
Hampir sepekan setelah kejadian bencana tsunami Selat Sunda, warga Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang masih harus tinggal di pengungsian. Mayoritas warga desa yang rumahnya di pesisir pantai hancur tergulung ombak tsunami.
“Rumah pada jebol yang di pantai,” cerita Sri Wahyuni seperti dalam wawancara video tim NU Peduli yang diterima NU Online, Kamis (27/12) malam.
Wanita yang tengah hamil sembilan bulan ini menuturkan, pada malam terjadinya tsunami, dirinya sudah berada di dalam kamar hendak beritirahat. Namun, mendadak terdengar suara teriakan dari arah jalan di depan rumahnya.
“Dari arah jalan terdengar motor ramai. Lari semuanya. Saya nggak ingat apa-apa lagi yang penting menyelamatkan diri,” tuturnya.
Sri Wahyuni harus berlari bersama warga lainnya karena suaminya masih bekerja. “Saya kecapekan karena harus lari-lari,” imbuhnya.
Ia mengaku tinggal di pengungsian lebih aman karena tempat mereka mengungsi berada di daerah paling tinggi. Sama seperti kebanyakan warga lainnya, ia masih trauma dengan kejadian tsunami, terlebih ada isu akan datang tsunami susulan.
Tinggal di pengungsian juga harus dilakukan warga Desa Tanjungsari. Yutikah, seorang warga pengungsi mengatakan ia dan 150 warga lainnya masih bertahan di pengungsian. Mewakili warga lainnya, Yutikah mengatakan terima kasih kepada NU Peduli yang mendampingi mereka.
“Terima kasih kepada NU Peduli, kepada Bapak-bapak dari Banser juga. Kami mendoakan semoga lancar bisa mengirim bantuan ke yang lain tidak hanya ke kami saja,” kata Yutikah.
Ia pun menuturkan, mereka masih memerlukan bantuan berupa makanan, perlengkapan bayi dan ibu hamil, serta obat-obatan. “Dalam dua hari ini banyak yang mulai terserang pilek, batuk, masuk angin,” terangnya. (Kendi Setiawan)