Nasional

Covid-19 Picu Kekerasan di Rumah Tangga, Pengarusutamaan Gender Harus Diperkuat

Ahad, 19 April 2020 | 15:00 WIB

Covid-19 Picu Kekerasan di Rumah Tangga, Pengarusutamaan Gender Harus Diperkuat

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengupayakan agar Rumah Aman dapat dibuka kembali dan mendorong adanya pengarusutamaan gender dalam penanganan Covid-19. Koordinasi dan kebijakan yang terintegrasi adalah tuntutan yang harus dipenuhi dalam situasi krisis seperti ini. (Ilustrasi)

Jakarta, NU Online
Bencana pandemi Covid-19 menjadi salah satu pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Dampak pandemi terhadap perekonomian, seperti terjadinya pemutusan hubungan kerja atau pemotongan upah kerap kali menjadi pemicu awal terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
 
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Riset Gender SKSG Universitas Indonesia, Iklilah Muzayyanah dalam webinar yang digagas International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) baru-baru ini.
 
Lebih lanjut Iklilah menyampaikan bahwa akar permasalahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan di ranah privat maupun publik.
 
"Cara pandang seperti ini akan menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja jika ada pemicunya. Hari ini, Covid-19 adalah pemicunya," lanjut Iklilah. 
 
Destri Handayani, selaku Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan, bahwa saat ini KPPPA telah menggagas sebuah program untuk mengantisipasi meningkatnya kasus KDRT pada masa pandemi COVID-19. Program tersebut mempunyai  sepuluh aksi dan diberi nama Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita atau Gerakan Berjarak.
 
"Program ini dibentuk untuk memastikan perempuan dan anak tetap aman serta melakukan proses rehabilitasi apabila diperlukan. Program ini diimplementasikan langsung di tingkat desa, dengan adanya relawan gugus tugas Covid-19 mulai dari tingkat desa sampai ke pusat," kata dia.
 
Selain itu, KPPPA juga mengupayakan agar Rumah Aman dapat dibuka kembali dan mendorong adanya pengarusutamaan gender dalam penanganan Covid-19. Menurutnya, koordinasi dan kebijakan yang terintegrasi adalah tuntutan yang harus dipenuhi dalam situasi krisis seperti ini.
 
Pada webinar tersebut, peserta juga memberi masukan kepada pemerintah menyoal program Gerakan Berjarak. Salah satunya adalah Muhamad Firdaus, yang menyarankan KPPPA untuk mengintegrasikan protokol relawan desa yang disusun oleh Kementrian Desa dengan Gerakan Berjarak. Firdaus menambahkan bahwa affirmative action  juga diperlukan untuk memastikan adanya kesetaraan gender terutama dalam gugus tugas level desa.
 
Peserta yang bernama Regina Kalosa juga menyarankan KPPPA untuk memberikan perhatian lebih kepada perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan supaya program Gerakan Berjarak lebih inklusif.
 
Pada akhir acara INFID webinar series, moderator memberi kesempatan kepada narasumber untuk memberikan closing statement. Kesempatan yang diberikan ini tentunya tidak disia-siakan oleh narasumber, secara bergantian dan dengan lantang keempat narasumber menyerukan untuk Stop kekerasan terhadap perepuan dan mendorong pengintegrasian pengarusutamaan gender dalam menangani Covid-19.
 
Editor: Kendi Setiawan