Nasional SULUK MALEMAN

Dalam Bermedsos Pun Harus Puasa

Ahad, 20 Agustus 2017 | 12:38 WIB

Dalam Bermedsos Pun Harus Puasa

Para narasumber dalam Suluk Maleman "Negeri 1001 Cerita, Ngeri 1001 Cerita” di Rumah Adab Indonesia Mulia

Pati, NU Online
Ajakan berpuasa dinilai tidak hanya sekadar dengan jalan menahan hawa nafsu untuk tidak makan dan minum saat siang hari saja. Namun saat ini dalam menggunakan media sosial dasar dari puasa juga patut untuk dilakukan.

Hal itu disampaikan Muhajir Arrosyid, salah satu narasumber dalam Suluk Maleman yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia Sabtu (19/8) hingga Ahad (20/8) dini hari. Dalam bermedia sosial masyarakat diharapkan dapat tetap menjaga hawa nafsunya. Baik untuk tidak berujar kebencian maupun sikap asal bagikan konten yang tidak jelas kebenarannya.

“Sikap menahan diri dalam bermedsos ini penting dilakukan terutama dijaman penuh hoax seperti saat ini,” terang Muhajir kemarin.

Apalagi saat ini metode pemecah belah bangsa kian santer dilakukan. Antargolongan banyak diadu. Cara itu bahkan dikatakannya menjadi model ampuh untuk menghancurkan suatu bangsa. Tidak terkecuali seperti yang dilakukan Abu Jahal.

“Dari zaman penjajahan dulu juga seperti itu. Dan kalau disadari pasti ada yang mendapatkan keuntungan. Yakni Belanda,” ujarnya.

Oleh karenanya dia mengingatkan agar jangan sampai mau di pecah belah oleh oknum tak bertanggungjawab. Karena dalam setiap kerusuhan itu selalu ada dalang yang ingin mendapat keuntungan.

Budi Maryono salah seorang penulis untuk menaklukkan jajahannya Napoleon bahkan sengaja mendatangkan antropolog. Hal itu dilakukan untuk melihat bagaimana kelemahan suatu bangsa itu untuk kemudian mudah menghancurkannya.

Muhammad Aniq atau yang akrab disebut Gus Aniq menambahkan untuk mengatasi hal tersebut sudah sepatutnya masyarakat meniru cara nabi Muhammad. Seharusnya tiap individu harus menyadari bahwa perbedaan bisa menjadi sesuatu yang indah. Seperti warna yang bergabung menjadi pelangi atau harmoni musik yang berasal dari beragam alat musik.

“Nah, yang patut diperhatikan adalah bagaimana cara menggabungkannya. Kalau masing-masing individu sadar dan tahu bagaimana fungsinya masing-masing tentu menjadi enak. Bukan justru harus disamakan,” ujarnya.

Nabi Muhammad bahkan disebutkan sebagai rahmat itu sendiri bukan sekadar orang yang membawakan rohmat tersebut. Rohmat bisa diartikan sebagai kasih sayang. Bahkan jika dirunut rahmat dalam basmalah seringkali dijadikan awalan.

“Sejak awal kita diajak untuk berlaku kasih sayang kepada semua orang dan bukan sebaliknya,” tambahnya.

Dirinya juga mengajak agar sebelum memposisikan sebagai khilafah umat muslim harus menyadari sebagai hamba terlebih dahulu. Bahkan untuk dapat merubah sebuah bangsa juga harus diawali dari kawulo warga atau yang biasa ngawula atau mengabdi.

“Baru nanti menjadi dukuh atau memadu dan ngerengkuh (Memadukan dan merangkul,” Red) barulah terus naik ke tingkat diatasnya,” tambahnya.

Alunan musik yang dibawakan Sampak GusUran dan topik yang menarik juga turut memeriahkan jalannya acara yang dihadiri ratusan warga masyarakat tersebut. (Red: Abdullah Alawi)