Nasional

Debat Capres 2024, Ganjar dan Anies Singgung Tata Kelola Bansos

Ahad, 4 Februari 2024 | 23:00 WIB

Debat Capres 2024, Ganjar dan Anies Singgung Tata Kelola Bansos

Sesi tanya jawab antara capres o3 Ganjar Pranowo dan capres 01 Anies Baswedan. (Foto: tangkapan layar KPU)

Jakarta, NU Online

Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo menegaskan, bantuan sosial (bansos) merupakan kewajiban negara dan rakyat berhak mendapatkannya. Namun, ia menyoroti masalah klaim yang seringkali diberikan seakan-akan bansos adalah bantuan per individu atau kelompok. 


Selain itu, Ganjar menilai bahwa persoalan bansos ini masih terdapat data yang tidak valid, penyampaian yang tidak benar, serta protes yang tidak terverifikasi atau direspons secara baik. Lalu, ia mengajukan pertanyaan kepada capres nomor urut 01 Anies Rasyid Baswedan mengenai tata kelola bansos. 


Ganjar mengaku ingin mengetahui pendapat Anies tentang cara agar distribusi bansos dapat diatur sehingga tidak terjadi klaim yang saling bertentangan, dapat tepat sasaran, dan tidak menimbulkan kecemburuan di antara penerima manfaat.


“Kira-kira bagaimana tata kelola bansos agar satu tidak saling klaim, dua bisa tepat sasaran, tiga tidak menimbulkan kecemburuan-kecemburuan, sehingga inilah satu harapan yang betul-betul bisa diterima oleh rakyat, silakan,” tanya Ganjar pada segmen tanya jawab debat kelima Pilpres 2024 di di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Ahad (4/2/2024) malam.


Anies menjawab dengan menyatakan bahwa yang disebut sebagai bansos merupakan bantuan untuk penerima, bukan untuk pemberi. Menurutnya, bansos diberikan sesuai dengan kebutuhan penerima. Jika penerima membutuhkan bantuan pada bulan ini, maka bantuan diberikan pada bulan ini, begitu juga dengan tiga bulan berikutnya.


“Nggak usah digabung semuanya, dijadikan sesuai kebutuhan. Itulah yang disebut sebagai bansos tanpa pamrih,” imbuhnya.


Kemudian Anies menegaskan bahwa pemberian bansos harus tepat sasaran. Menurutnya, bantuan harus disalurkan melalui pendataan yang baik dengan informasi data yang akurat. Mekanisme pemberiannya juga seharusnya melibatkan jalur birokrasi, bukan dengan cara dibagikan di pinggir jalan. Sebaliknya, distribusi seharusnya dilakukan langsung di lokasi dengan menggunakan jalur birokrasi.


“Kemudian yang tidak kalah penting, ketika kita bicara tentang bansos ini, harus bisa dipastikan mereka yang miskin, pra-sejahtera termasuk di dalamnya. Jangan sampai mereka terlewatkan. Karena itu, kami menyusun ini sebagai bagian dari perubahan adalah Bansos Plus, angkanya ditingkatkan, yang belum masuk yang masih miskin dimasukan, diberikan bekal pelatihan, pendampingan, supaya mereka pela-pelan bisa mandiri dan hidup lebih sejahtera,” paparnya.


Ganjar kemudian memberikan respons setuju dengan pendapat Anies. Ia menjelaskan, data harus diperbaiki. Hal ini, diakuinya pernah dilakukan pada saat ia menjabat Gubernur Jawa Tengah.


Kala itu, kata Ganjar, para kepala desa telah berusaha keras untuk menyusun data yang akurat. Namun, ia menyayangkan bahwa data tersebut kembali diperiksa dengan hasil yang sama, seolah-olah tidak ada perhatian yang cukup terhadap masalah data.


Ganjar menekankan, bansos yang diberikan seharusnya berkontribusi dalam menurunkan tingkat kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan mencapai target pengurangan kemiskinan. Namun, ia mengkritik bahwa pada kenyataannya, kesenjangan tidak mengalami penurunan sesuai dengan rencana yang telah disusun.


“Berapa pun besarnya, gap tetap tinggi, ini menarik. Kami punya data yang bisa kami baca, dan tentu saja ini penting, paradigma bansos sekali lagi, ini betul-betul hak rakyat, tugas negara dan pemerintah adalah memastikan itu bahwa ini tepat sasaran dan tepat waktu. Tadi yang disampaikan betul dan kami berusul bantuannya bantuan kesra, karena tugas negara untuk menciptakan keadilan sosial bukan menciptakan bantuan sosial,” jelasnya.


Selanjutnya, Anies memberikan tanggapan dengan menyatakan bahwa perlu dipertimbangkan opsi bahwa bantuan bisa berbentuk transfer tunai. Hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi korupsi dalam pengadaan barang, mengingat bahwa pengadaan bantuan sosial seringkali memberikan keuntungan besar kepada perusahaan-perusahaan besar, karena produk-produk mereka diisi dalam bantuan tersebut.


“Ini yang harus dikoreksi, bila bantuan itu diberikan dalam bentuk cash, ini yang perlu dipertimbangkan. Mereka langsung menggunakan sesuai dengan kebutuhannya,” ujarnya.


“Lalu soal data. Data ini sesungguhnya bisa dikerjakan bersama-sama kami melakukan di situ, berikan kepada RT, RW, mereka musyawarah mencocokkan siapa dalam daftar itu yang benar, yang keliru. PKK, Karang Taruna, mereka bisa membantu, datanya akurat, dananya dipakai sesuai kebutuhan,” pungkasnya.