Nasional

Debat Cawapres soal APBN-APBD, Pakar Soroti Penyerapan Anggaran Cenderung Membengkak di Akhir Tahun

Jum, 22 Desember 2023 | 08:00 WIB

Debat Cawapres soal APBN-APBD, Pakar Soroti Penyerapan Anggaran Cenderung Membengkak di Akhir Tahun

Ilustrasi APBN dan APBD. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Debat calon wakil presiden (cawapres) akan berlangsung pada Jumat (22/12/2023) malam ini. Salah satu topik yang akan dibahas adalah soal penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 


Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Teguh Darnanto menilai, pemerintah seharusnya melakukan optimalisasi anggaran sehingga tidak ada kesan menghambur-hamburkan, terutama apabila telah memasuki akhir tahun. 


Teguh juga menyoroti soal penyerapan anggaran yang cenderung minim di awal tahun dan membengkak di akhir tahun. Kendala ini diakuinya sebagai sebuah siklus alamiah, terutama terkait dengan berbagai pembayaran yang harus diproses. Namun, memaksa penyerapan anggaran di akhir tahun tidaklah efektif.


"Kalau saya berpikir lebih baik ini diatur pengeluarannya, diatur dari awal tahun. Semuanya itu kalau dalam bahasa jawanya itu mendhol atau besar di belakang artinya engga smooth," ujarnya, kepada NU Online, Kamis (21/12/2023) sore.


"APBD dan APBN fungsinya itu mendorong perekonomian untuk mempercepat pembangunan, namun selama ini penyerapan anggaran itu masih menjadi masalah, masalah dalam arti memang hanya siklus ya," lanjutnya.


Menghadapi permasalahan ini, Teguh mengusulkan agar perlunya dirancang perencanaan besar APBN dan APBD di awal tahun. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan distribusi yang lebih merata dalam penyerapan anggaran setiap bulannya.


"Penting untuk memiliki grand design APBN (dan APBD) yang mencakup penyerapan anggaran yang merata di setiap bulan. Ini akan memastikan dana terserap dan teranggarkan secara optimal, tanpa terburu-buru di akhir tahun," katanya.


Dalam perspektif lebih luas, Teguh menyatakan bahwa walaupun fokus anggaran dari tahun 2021 hingga 2022 didorong untuk kebutuhan pemulihan ekonomi, tetapi untuk tahun-tahun mendatang ia menginginkan ada dorongan untuk melakukan transformasi ekonomi menuju keberlanjutan, keadilan, dan ketahanan ekonomi yang lebih baik.


"Pada 2023 dan 2024, kita harus beralih ke arah transformasi ekonomi yang lebih berkelanjutan. Ini melibatkan pergeseran dari sektor pertanian dan pertambangan menuju sektor manufaktur dan industri yang lebih produktif. Transformasi ini diharapkan dapat membangun perekonomian yang lebih tangguh dan berkeadilan," terang ekonom muda itu.


Aturan Rencana APBN 2024 

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian APBN 2024, Presiden Joko Widodo telah menetapkan jumlah proyek yang akan mendapatkan jaminan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2024. Meskipun dari segi nilai, kewajiban penjaminan tersebut mengalami peningkatan signifikan, namun jumlah proyek yang mendapatkan jaminan ternyata lebih sedikit dibandingkan dengan ketentuan pada tahun 2023.


Menurut Perpres tersebut, nilai kewajiban penjaminan yang ditetapkan untuk tahun depan mencapai Rp823,98 miliar. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 149,3 persen dari kewajiban penjaminan yang diatur dalam Perpres 75/2023 tentang Rincian APBN 2023, yang sebelumnya senilai Rp330,51 miliar.


Dari sisi proyek yang mendapatkan jaminan, sejumlah dana penjaminan tersebut dialokasikan untuk infrastruktur melalui proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Badan usaha penjaminan infrastruktur memiliki kewajiban penjaminan senilai Rp681,54 miliar, menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2023 yang hanya sebesar Rp159,82 miliar.


Meskipun nilai kewajiban penjaminan meningkat, penurunan jumlah proyek yang mendapatkan jaminan menarik perhatian. Pada 2024, proyek yang dijamin melalui APBN lebih terfokus, mungkin sebagai bagian dari strategi untuk memprioritaskan proyek-proyek yang dianggap lebih strategis atau memiliki dampak yang lebih besar.


Kenaikan nilai kewajiban penjaminan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendukung proyek-proyek infrastruktur yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, akan menarik untuk melihat bagaimana kebijakan ini akan berdampak pada pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur dan sektor terkait di tahun mendatang.