Nasional

Debat Keempat Pilpres 2024 Bahas Masalah Lingkungan Hidup, Akademisi Soroti Upaya Pembenahannya

Rab, 10 Januari 2024 | 20:30 WIB

Debat Keempat Pilpres 2024 Bahas Masalah Lingkungan Hidup, Akademisi Soroti Upaya Pembenahannya

Ilustrasi sampah plastik, salah satu ancaman serius lingkungan hidup. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Lingkungan hidup menjadi salah tema yang akan dibahas dalam debat keempat pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), pada 21 Januari 2024. Debat keempat ini akan menghadirkan tiga calon wakil presiden (cawapres) yakni Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming, dan Mahfud MD. 


Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tantan Hermansyah menyoroti upaya pembenahan masalah lingkungan hidup. Menurutnya, pembenahan kondisi lingkungan hidup dapat diklasifikasikan menjadi dua, mikro dan makro. 


Ia menjelaskan, isu lingkungan yang bersifat mikro merupakan sebuah tindakan perilaku manusia yang dilakukan sehari-hari. Di antaranya masalah sampah rumah tangga, sampah industri mulai dari yang terkecil, sedang hingga yang terbesar sekalipun. Masalah-masalah tersebut perlu dibahas dalam debat cawapres mendatang. 


"Kemudian pengelolaan drainase, Sungai, selokan dan hal-hal yang terkait kehidupan sehari-hari. Penanganan air sumur, pengelolaan, dan perawatan sumber daya, mata air, kebersihan sungai, bahkan pengelolaan air hujan," kata Tantan kepada NU Online, Rabu (10/1/2023) siang.


Tantan mengatakan, walau isu mikro adalah pembahasan masalah dari yang terkecil tetapi merupakan bagian dari sebuah langkah besar untuk mewujudkan lingkungan hidup yang asri agar dapat terpelihara dan menghijau kembali. 


"Itu adalah isu mikro. Meskipun dianggap kecil, tetapi kita bisa melihat bahwa dampaknya sangat besar. Banyak meluapnya air dari sungai dan selokan ketika hujan, itu bukan disebabkan bencana alam seperti hutan gundul, tetapi perilaku masyarakat kita yang tidak peduli penanganan selokan, pembuangan sampah, tidak mau memilah dan memilih (sampah)," jelas Dosen Sosiologi Perkotaan di UIN Jakarta itu.


Karena itu, ia berharap isu-isu mikro ini dapat menjadi bahasan para cawapres dalam melakukan pembenahan masalah lingkungan hidup karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ia juga berharap, perilaku masyarakat sehari-hari soal lingkungan hidup juga dibahas cukup detail.


Ia menginginkan agar debat cawapres dimulai dengan pembahasan lingkungan hidup dari yang mikro. Walau terlihat kecil, tetapi kesempatan untuk mengubah lingkungan dari perdebatan cawapres nantinya akan segera tercipta wacana dan pemberlakuan kebijakan-kebijakan yang berpihak untuk kelestarian alam.


"Misalnya bagaimana visi setiap paslon tentang penanganan sampah rumah tangga apakah mau seperti sekarang? (sekarang) semi volunteer, petugasnya tidak sejahtera sehingga penanganannya tidak optimal, padahal kita tahu setiap kota itu menghasilkan ribuan ton sampah setiap hari, setiap minggu,” katanya. 


“Ini kalau tidak dimasukkan penanganan oleh paslon, 5-10 tahun mendatang kita akan mengahadapi masalah cukup besar karena sampah juga selokan sumur air limbah mata air itu tidak dijadikan agenda untuk dibanahi tata kelolanya pun akan jadi bencaba nantinya," tambah Tantan. 


Selanjutnya, pembenahan masalah lingkungan hidup secara makro. Tantan menerangkan menerangkan, isu-isu lingkungan hidup secara makro ini meliputi hutan, laut, dan udara. Hal ini menjadi bahasan penting yang perlu dipertegas. Sebab masalah runtutannya seperti pencurian hutan dan alih fungsi lahan yang berubah menjadi gedung dan kawasan komersial selalu terjadi berulang kali.


"Ini harus menjadi visi para paslon untuk mengelolanya. Karena memang dalam konteks yang makro dan mikro itu bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak, misalnya satu kawasan hutan dijaga, mereka harus punya jalan keluar memastikan bahwa orang-orang yang berhubungan dengan hutan atau kawasan-kawasan yang penting secara lingkungan itu, itu pun tetap bisa mendapatkan kesejahteraan," katanya.


Lebih jauh, isu makro nantinya juga akan bersambung dengan industri pariwisata yang disinyalir akan berdampak dengan kawasan yang dilindungi oleh negara. Di antaranya hutan lindung, kawasan hijau, dan ruang terbuka hijau.


"Semua harus jadi isu yang disinggung karena jangan sampai mengorbankan kehijauan lingkungan atau alam yang bersih atau udara yang demi infrastruktur," jelasnya.


Tantan juga mengimbau agar sebaiknya para paslon memiliki skenario mengaktifasi kawasan-kawasan yang tidak produktif di Indonesia yang jumlahnya cukup banyak. 


"Kawasan tidak produktif itu kawasan yang tidak subur yang ditanami atau dikelola apa pun kurang bagus, selain dijadikan lahan komersil. Misalnya kawasan bercadas, tandus air jauh dan bukan kawasan produktif. Nah yang begitu-begitu itulah yang sebaiknya dikelola," terang Tantan.