Nasional

Debat Ketiga Pilpres, Akademisi Sebut Kebijakan IKN dan Smelter Pengaruhi Keamanan Negara

Jum, 5 Januari 2024 | 16:00 WIB

Debat Ketiga Pilpres, Akademisi Sebut Kebijakan IKN dan Smelter Pengaruhi Keamanan Negara

Lanskap Desain Istana Kepresidenan Nusantara di IKN, Kalimantan Timur. (Foto: situs Kemenparekraf/dok. Nyoman Nuarta)

Jakarta, NU Online

Agenda debat pemilihan presiden (pilpres) putaran ketiga akan mempertemukan para calon presiden (capres) untuk beradu gagasan, pada Ahad (7/1/2024) mendatang. Mereka akan berdebat seputar tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional dengan subtema globalisasi, dan geopolitik dengan subtema politik luar negeri. 


Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta M Najib Azca mengatakan bahwa setiap kebijakan pembangunan negara akan berpengaruh terhadap keamanan dan stabilitas negara, di antaranya Ibu Kota Nusantara (IKN) di Provinsi Kalimantan Timur dan kebijakan smelter tentang hilirisasi dan larangan ekspor bahan mentah. 


Menurut Najib, pembangunan IKN sebagai proyek strategis negara itu menjadi fenomena menarik. Meskipun terfokus pada pembangunan dalam negeri, tetapi IKN juga punya dimensi internasional yang signifikan. Ia menduga, IKN dapat menjadi perdebatan baru soal negara, terutama karena ada partisipasi aktif dari berbagai pihak seperti China dan negara-negara Barat. 


"(IKN penting) untuk diangkat seberapa pemahaman capres ini melihat isu-isu itu, dalam konteks geopolitik ini. Karena sekarang salah satu isu penting ini memang kaitan dengan geopolitik apalagi dalam soal keamanan," katanya kepada NU Online, Kamis (4/1/2023).


Kebijakan smelter

Selain soal IKN, kebijakan negara tentang smelter juga penting untuk diangkat di dalam debat capres kali ini. Smelter adalah fasilitas pengolahan hasil tambah yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti nikel, timah, tembaga, emas, dan perak agar mencapat tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. 


Najib menyoroti kebijakan pemerintah Indonesia soal smelter ini, khususnya soal hilirisasi dan larangan ekspor bahan mentah tambang yang menjadi fokus kontroversi internasional yang mencapai panggung World Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan dunia. Meskipun kebijakan ini merupakan langkah dalam negeri untuk menggalakkan industri, dampaknya terasa secara global dan menimbulkan perselisihan perdagangan.


"Indonesia digugat oleh Eropa, dan Indonesia sempat dikalahkan meskipun kemudian melawan. Jadi ini kaitan antara yang dalam negeri dan internasional itu nanti perlu di eksposur itu kira-kira seperti apa para capres menentukan posisi (soal kebijakan hilirisasi)," jelas Najib.


Beda pertahanan dan keamanan

Lebih lanjut, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Wasekjen PBNU) itu juga mengungkapkan bahwa dalam suasana dunia yang terus berubah, isu keamanan nasional menjadi semakin kompleks dan menarik untuk dibahas. 


Ia juga mnyatakan mengenai dua konsep utama, yaitu keamanan (security) dan pertahanan (defense), adalah suatu yang berkaitan. Bahkan, keduanya kini mencapai tingkat ketegangan yang tinggi seiring dengan perkembangan dinamika geopolitik global.


"Mungkin perlu dibedakan antara keamanan dan pertahanan. Keamanan itu adalah security. Kalau pertahanan itu padanannya dalam bahasa Inggris disebut defense. Jadi defense and security, dua konsep yang berbeda. Umumnya, security lebih banyak membicarakan mengenai isu dalam negeri. Jadi, ancaman yang berasal dari dalam (negeri)," katanya


"Sementara defense adalah upaya pertahanan dari luar atau mempertahankan sovereignty (kedaulatan) atau national sovereignty atau batas-batas kedaulatan negara. Jadi, defense itu misalnya militer sekarang menjadi defense forces (kekuatan pertahanan)," jelasnya.


Dalam wacana ini, Najib menyatakan bahwa geopolitik memainkan peran kunci yang sangat berpengaruh terhadap keamanan negara. Misalnya, persaingan antara China dan Amerika Serikat serta dampaknya terhadap perdagangan dan kebijakan luar negeri menjadi sorotan utama. Hal ini dapat dilihat dalam kontestasi di Laut China Selatan yang melibatkan Indonesia sebagai pemain penting.


“Mungkin dalam titik tertentu Eropa terlibat juga dan mempengaruhi. Saya kira memang konstelasi keamanan, misalnya nanti menyangkut soal Laut China Selatan ini menjadi ruang kontestasi antara berbagai negara termasuk China, Vietnam, Filipina, bahkan sampai di titik tertentu mungkin Indonesia karena ini ada irisan Natuna di situ,” jelas Najib. 


Selain itu, Najib menekankan bahwa persaingan ekonomi antara Amerika Serikat dan China juga dianggap memiliki ketersinggungan yang signifikan pada kebijakan dalam negeri Indonesia. Pergolakan politik dan ekonomi global yang terjadi dalam konteks persaingan kedua kekuatan tersebut dapat menciptakan tantangan dan peluang bagi Indonesia.


"Jadi mungkin itu yang penting dipahami itu. Saya kira itu tadi wawasan pengetahuan pemahaman mengenai kaitan antara isu domestik dan global karena sekarang ini dalam era globalisasi itu hampir tidak ada hal kita bisa mengisolasi diri sendiri," terangnya.