Nasional

Di Hadapan Mahasiswa Baru UIN Jakarta, Kiai Said: Pertahankan Sikap Moderat

Kam, 29 Agustus 2019 | 02:06 WIB

Di Hadapan Mahasiswa Baru UIN Jakarta, Kiai Said: Pertahankan Sikap Moderat

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. (Foto: NU Online/Fathoni)

Jakarta, NU Online
Moderatisme menjadi wacana yang terus digaungkan oleh Kementerian Agama. Dalam rangka menyuarakan hal tersebut, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menamakan acara pengenalan kampus kepada mahasiswa baru dengan Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) Moderat 2019.

Kegiatan tersebut juga menghadirkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Dalam pemaparannya, ia menegaskan mahasiswa harus mempertahankan sikap moderat dalam beragama, berbangsa, dan bernegara.

“Kita pertahankan sikap seperti ini, moderasi dalam beragama, berbangsa dan bernegara,” katanya kepada ribuan mahasiswa baru yang memadati ruang Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir H Juanda, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (28/8).

Menurutnya, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan NKRI merupakan amanat yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia dari para pendiri dan pahlawan negeri ini. Ratusan suku dan bahasa, perbedaan agama dan pilihan politik bukanlah suatu halangan untuk tetap bersatu dalam satu naungan, Indonesia.

“Tunjukkan bahwa kita bisa hidup bersatu meski berbeda. Kita bisa hidup berdampingan,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan itu.

Hal itu, menurutnya, harus ditunjukkan dengan sikap saling menghormati atas keputusan dan pandangan masing-masing satu sama lain. Pasalnya, kata Kiai Said, Allah swt. melarang untuk mencaci-maki Tuhan selain Allah  sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat al-An’am ayat 108.

“Jangan sekali-kali kamu mencaci-maki Tuhan selain Allah, nanti mereka mencaci Allah,” katanya menerjemahkan penggalan ayat tersebut.

Dalam ayat yang sama, Allah juga mengingatkan bahwa masing-masing umat memiliki budayanya yang unik dan baik. Karenanya, lanjutnya, orang Jawa tidak boleh mencaci maki Sunda, orang Sunda tidak boleh mengejek Minang, dan sebagainya.

Semangat persatuan dan penghormatan itu ditunjukkan oleh para pendiri negeri ini. KH Abdul Wachid Hasyim atas petunjuk ayahnya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang diusulkan oleh masyarakat Indonesia bagian timur.

Kiai Hasyim, kata Kiai Said, saat itu berpandangan yang penting Indonesia harus berdiri lebih dahulu. Sebab, akan percuma kejadiannya, jika umat Islam memaksakan berdirinya negara dengan prinsip syariat Islam jika di dalamnya terjadi perpecahan, perseteruan antarkelompok, tanpa adanya persatuan.

Hal itu juga yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. saat membangun negara di Madinah. Rasulullah tidak membangun negara dengan pondasi konstitusi Islam, melainkan dengan sistem kewarganegaraan. Di mata hukum, semua tanpa pandang bulu, kedudukannya sama.

Kiai Said menjelaskan bahwa ada seorang Muslim yang tidak sengaja membunuh orang Non-Muslim saat itu. Tak ayal, Nabi menegaskan bahwa siapapun yang membunuh non-Muslim akan berhadapan dengannya dan tidak akan mencium bau surga.

“Demikianlah ajaran Nabi Muhammad membangun masyarakat mutamaddin,” katanya.

Bahkan, lanjutnya, ada seorang Muslim di zaman Nabi yang mengancam akan membunuh anaknya jika tidak segera masuk Islam. Mendengar hal itu, Nabi menyampaikan ayat Al-Qur’an, bahwa tidak ada kekerasan dalam beragama.

Kegiatan yang dipandu oleh Ketua Jurusan Hukum Pidana Islam (HPI) KH Qosim Arsyadani itu juga dihadiri oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis dan Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sururin.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad