Nasional HASIL PENELITIAN

Ditemukan Ritual Tradisional Ibadah Haji Masyarakat Indonesia

Kam, 21 Desember 2017 | 11:15 WIB

Jakarta, NU Online 
Sebagai bagian rukun Islam kelima, ibadah haji memiliki posisi penting bagi umat Islam. Di samping itu banyak hal dalam ibadah haji yang memiliki makna tersendiri bagi umat Islam. Ritual haji yang mengharuskan pergi ke Ka’bah Baitullah di Makkah yang disakralkan sebagai tempat Muslim menghadap ketika shalat.

Prosesi ibadah haji pun memiliki muatan-muatan perasaan dan emosi religius yang dalam masyarakat dikonfirmasi dalam suatu bentuk ritual atau upacara.

Tim peneliti pada Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menemukan sejumlah ritual tersebut dilkukan di berbagai tempat di Indonesia.

“Masyarakat Jeneponto melakukan beberapa tradisi, yaitu menentukan hari baik setiap langkah priosesi haji, melaksanakan manasik khusus untuk individu dan keluarga, memberikan amplop berisi uang saat acara walimah safar, pembacaan Al Barjannzi beberapa hari sebelum berangkat, mengantar calon haji ke embarkasi, pembacaan Barjanzi setiap malam jumat setelah keberangkatan, dan penyematan kepulangan,” papar Agus Mulyono pada Seminar Hasil Penelitian Penyelenggaraan Ibadah Haii dan Umrah di Hotel Aryadura, Jakarta Pusat, Kamis (21/12).

Sementara masyarakat Deli Serdang melakukan ritual tepung tawar, yang diawali dengan mempersiapkan seluruh alat dan bahan untuk taburan dan alat dan bahan untuk memercik air perenjis, serta alat dan bahan penopang.
Mulyono mengatakan hal itu menggambarkan dan bisa dimaknai sebagai upacara pamitan calon jamaah kepada seluruh handai taulan, sekaligus sarana meminta doa restu.

“Semuanya merujuk kepada nilai budaya luhur yang sarat filosofi yang dilapisi dengan nilai-nilai ajaran Islam sebagi rujukan dalam kehidupan sehari-hari,” Mulyono menjelaskan.

Pada kesempatan itu, juga dipaparkan ritual tradisional haji oleh masyarakat Madura, seperti selamatan, argi tangi, ran dhe telo, pengajian, konvoi pengantaran dan penjemputan orang berhaji.

“Itu merupakan serangkaian aktivitas religious cultural yang jika kita hitung secara sistematis akan menghabiskan bilangan rupiah yang tidak sedikit, namun ternyata di situlah letak daya tarik sistem tradisi ini. Masyarakat Madura dari kelompok petani sekalipun ternyata tidak merasa keberatan dengan tradisi ini. Terbukti ghirah naik haji di kalangan masyarakat Madura selalu meningkat setiap tahunnya,” tambah Mulyono.

Penelitian yang dilakukan dalam tahun 2017 ini juga menemukan tradisi di Jawa Barat seperti  walimatus safar, ziarah kubur, memberikan uang saku dan uang sedekah, ritual mandi ruqyah atau mandi daun bidara di Cirebon dan Indramayu.

Selain itu juga ada tradisi wewalat di Karawang; membawa kain kafan dan melepaskan burung merpati di Kabupaten Indramayu; berjalan kaki melewati makam Ki Raja Pandita di Cirebon; melangkahkan kaki sambil membaca doa dan ayat-ayat Al Quran di Karawang; tradisi nyorog dan mengantarkan para calon jamaah haji ke kabupaten di Indramayu. 

Ritual tradisional ibadah haji juga ditemukan di Banjar (Kalimantan), Lebak (Banten), Kudus (Jawa Tengah), Lombok NTB, dan Gresik (Jawa Timur). (Kendi Setiawan)