Nasional RISET BLA JAKARTA

Efektivitas Respons Dini Konflik Keagamaan Cegah Tindak Kekerasan

Rab, 25 Desember 2019 | 10:00 WIB

Efektivitas Respons Dini Konflik Keagamaan Cegah Tindak Kekerasan

Ilustrasi (via baomoi.com)

Konflik keagamaan adalah sesuatu yang harus diwaspadai oleh bangsa Indonesia. Hal demikian karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan keragaman agama para pemeluknya.
 
Pemerintah Indonesia sendiri telah meresmikan enam agama yang boleh dianut masyarakat Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Namun demikian ditambah lagi dengan adanya berbagai aliran kepercayaan dan keyakinan yang tumbuh subur di Indonesia. Tentu keadaan seperti ini sangat rawan memunculkan konflik keagamaan yang berujung pada perpecahan bangsa.

Untuk menanggulangi dan mencegah konflik keagamaan yang menjadi eskalasi tindak kekerasan yang berujung pada disintegrasi bangsa maka respons dini terhadap konflik keagamaan adalah hal yang sangat diperlukan bangsa Indonesia.

Dalam konteks penangan konflik keagamaan respons dini (early response) umumnya dipahami sebagai setiap upaya yang dilakukan pada tahap potensi terjadinya konflik bersenjata (kekerasan) yang bertujuan untuk mengurangi, menyelesaikan atau mentransformasikan konflik. Jauh lebih itu respons dini konflik keagamaan jangan hanya dipahami sekedar upaya yang dilakukan pada tahap konflik berpotensi berkembang menjadi kekerasan, tetapi juga ketika konflik mulai berkembang mengalami eskalasi tanpa kekerasan, yang ditandai dengan adanya mobilisasi massa dalam jumlah besar.

Alam dan tim yang tergabung dalam penelitian pada Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta (BLAJ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2019 melakukan penelitian berjudul Sistem Peringatan dan Responss Dini Konflik Keagamaan Fase II: Variasi Efektifitas Responss Dini Konflik Keagamaan berusaha menjelaskan efektivitas respons dini terhadap pencegahan konflik keagamaan yang terjadi di wilayah Jabodetabek.

Laporan penelitian menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan bertujuan mengkaji mengapa dalam sebagian kasus responsdini berhasil mencegah konflik keagamaan mengalami eskalasi atau berubah menjadi kekerasan, tetapi tidak dalam sebagian kasus lainnya.

Penelitian tersebut dilakukan dengan metode studi kasus perbandingan terfokus dan terstruktur. Disebut terfokus karena penelitian itu hanya menaruh perhatian pada salah satu tahap penanganan konflik, yaitu respons dini pada tahap awal perkembangan konflik. Dikatakan terstruktur karena penelitian ini menggunakan instrumen pertanyaan yang sama, yang digunakan untuk mengkaji beberapa kasus konflik yang berbeda.

Para peneliti menyatakan bahwa respons dini dikatakan efektif dan berhasil apabila dapat mencegah konflik keagamaan berubah menjadi eskalasi atau tindak kekerasan. Dan, respons dini dianggap gagal apabila tindakan intervensi awal yang dilakukan tidak mampu mencegah konflik mengalami eskalasi atau berkembang menjadi kekerasan.

Dalam penelitian tersebut ada 27 kasus respons dini konflik keagamaan yang dikaji. Kasus-kasus yang terjadi selama kurun 2017-2019 itu mencakup satu kasus konflik terkait isu terorisme, 14 kasus konflik terkait isu komunal (antaragama), dan 12 kasus konflik terkait isu sektarian (intraagama). Dari 27 kasus, 14 termasuk kasus respons dini berhasil dan 13 kasus respons dini gagal.

Dengan demikian, efektivitas respons dini terhadap pencegahan konflik keagamaan dapat dikatakan efektif. Hal ini karena dari 27 kasus yang diteliti ternyata 14 kasus berhasil di cegah agar tidak menjadi tindak kekerasan dengan respons dini. Bisa juga dikatakan bahwa efektivatas respons dini untuk mencegah konflik keagamaan berkembang menjadi konflik kekerasan mencapai 51,85 persen.
 
Peneliti juga menyatakan efektivitas respons dini konflik keagamaan ini sangat dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya adalah jenis isu konflik keagamaan dan tingkat ancaman konflik terhadap keamanan negara. Dalam kasus konflik terkait terorisme, yang memiliki tingkat ancaman tertinggi di antara berbagai jenis konflik keagamaan lainnya, kemampuan warga maupun aparat pemerintah setempat dalam melakukan responss dini terhadap kelompok-kelompok terafiliasi jaringan terorisme sangat rendah. 
 
Walhasil, respons dini konflik keagamaan adalah hal yang harus terus dikembangkan sistem dan regulasinya oleh pemerintah. Sehingga, diharapkan konflik keagamaan yang terjadi bisa dicegah dan tidak berubah menjadi eskalasi atau konflik kekerasan.
 
 
Penulis: Ahmad Khalwani
Editor: Kendi Setiawan