Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Salah satu tahap pembuatan vaksin adalah fase pre-klinis yang dilakukan kepada binatang. Hal ini untuk mengetahui dosis responnya. Kemudian soal bagaimana melakukan vaksinasinya dan mengenai efek samping yang ditimbulkan.
Â
"Kita banyak mendengar bahwa uji klinis tahap satu dan dua sudah dilewati. Uji klinis tahap satu dan dua ini, pada dasarnya sama yaitu diberikan kepada manusia," ungkap ahli epidemilogi yang juga Ketua PBNU Bidang Kesehatan dr Syahrizal Syarif.Â
Â
Berbicara dalam Webinar Nasional bertajuk Vaksin Covid-19, Antara Keyakinan dan Keraguan, Rabu (18/11) malam, dr Syahrizal mengatakan di Bandung, Jawa Barat, saat ini tengah dilakukan uji coba vaksin dengan metode randomized double blindness placebo control trial. Dalam metode ini, dibutuhkan dua kelompok secara acak untuk siapa yang akan mendapatkan plasebo dan siapa yang mendapat vaksin.
Â
Sebagai informasi, plasebo adalah jenis obat kosong yang tidak mengandung zat aktif dan tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap kesehatan. Plasebo bisa berbentuk pil, suntikan, ataupun jenis lain dari obat-obatan 'palsu'.Â
Â
Dalam dunia kesehatan, plasebo biasanya digunakan untuk mencari tahu efek obat baru terhadap suatu kondisi tertentu. Para pakar kesehatan biasanya menggunakan plasebo untuk membandingkan efektivitas suatu pengobatan. Misalnya, subjek pada suatu penelitian terbagi menjadi dua.
Â
Kelompok pertama diberikan obat asam urat yang sebenarnya, sedangkan kelompok kedua diberikan plasebo. Pada kasus tersebut, plasebo dapat membantu mengetahui apakah obat asam urat tersebut benar-benar menghasilkan efek yang diinginkan dan seberapa jauh efek samping yang timbul.
Â
Meskipun sering disebut obat kosong, plasebo juga bisa memberikan efek tertentu terhadap orang yang mengonsumsinya. Penggunaannya bisa berdampak positif dan negatif. Menurut penelitian, efek plasebo dapat dirasakan pada orang-orang yang mengalami depresi, rasa sakit, sindrom iritasi usus besar, menopause, dan gangguan tidur.
Â
"Nah, hal paling utama dari yang dilakukan di Bandung itu adalah untuk mendapatkan safety (keamanan) dan efficacy (kemanjuran). Jadi kalau judul kita adalah ragu atau yakin aman atau tidak maka saya berani bilang bahwa vaksin yang sudah melewati tahap tiga pasti aman," jelas dr Syahrizal.
Â
Hingga kini, lanjutnya, tidak ada laporan soal adanya efek samping yang mengkhawatirkan dari proses uji klinis vaksin Covid-19. Menurut dr Syahrizal, uji klinis tahap tiga sebaiknya dilakukan kepada 100 hingga 10 ribu orang.
Â
"Tapi kalau yang di Bandung itu jumlahnya agak sedikit, hanya 1600-an. Sedangkan di China, Brazil, dan Mesir itu angkanya cukup tinggi yaitu ebih dari 10 ribu," ungkap Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini.
Â
Ia menjelaskan seraya meyakinkan bahwa vaksin dapat menimbulkan kekebalan, jika diberikan kepada orang yang rentan. Namun tentu saja harus melalui prosedur tertentu. Jadi, kata dr Syahrizal, vaksin yang dimasukkan atau disuntikkan dengan cara tertentu akan merangsang sistem kekebalan tubuh manusia.
Â
"Orang yang semula rentan penyakit, ketika divaksin dia jadi punya sistem kekebalan tubuh. Jadi pemberikan vaksin ini untuk mengurangi risiko, supaya orang-orang yang tadinya rentan, risikonya turun karena ada sistem kekebalan yang terbangun pada mereka yang mendapat vaksinasi," ucapnya.
Â
Kehalalan vaksin Covid-19
Sementara itu, hingga saat ini kehalalan vaksin Covid-19 masih dipertanyakan oleh berbagai kalangan ulama seperti para kiai di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Status halal vaksin Covid-19 itu menjadi sesuatu yang sangat penting, karena sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim.
Â
"Sampai saat ini kami masih mengkaji literatur fikih Islam terkait vaksin Covid-19. Beberapa waktu lalu kami telah berdiskusi dengan WHO, Bio Farma, Epidemiolog, dan kiai-kiai NU," ungkap Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Sarmidi.
Â
Ia menegaskan, LBM PBNU membutuhkan penjelasan lebih lengkap dari pemerintah pusat mengenai komponen vaksin dan bagaimana proses produksinya. Pihaknya merasa perlu berhati-hati dalam menentukan hukum vaksin Covid-19. Sebab idealnya, proses pembuatan vaksin membutuhkan waktu hingga enam tahun.
Â
"Audit kehalalan memang penting tapi tak kalah penting juga audit dampak yang akan timbul dari vaksinasi tersebut," tegas Kiai Sarmidi.Â
Â
Informasi yang lengkap mengenai komponen dan cara produksi vaksin Covid-19 itu menjadi penting agar para kiai NU dapat memberikan tanggapan terhadap status vaksin, berdasarkan dalil aqli dan naqli.
Â
"Setelah mengkaji lebih dalam, para kiai NU bisa segera memutuskan status hukum vaksin Covid-19. Karena prinsip NU dalam mengambil keputusan adalah kehati-hatian," ungkapnya.
Â
Webinar nasional yang juga disiarkan secara langsung melalui Kanal Youtube 164 Channel ini juga dihadiri oleh Kolaborator Ahli Lapor Covid-19 Dicky Pelupessy, Ketua Satgas NU Peduli Covid-19 dr Muhammad Makky Zamzami, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia, dan perwakilan Bio Farma Indonesia Neny Nuraini.
Â
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Pertemuan KH Hasyim Muzadi dengan Komandan Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah
2
Kisah Imam Ghazali Berguru kepada Tukang Sol Sepatu
3
Masyarakat Muslim, Normalisasi Israel, dan Penjajahan Palestina
4
Presiden Prancis Serukan Penghentian Pengiriman Senjata ke Israel, Begini Respons Netanyahu
5
Berdayakan Ekonomi Masyarakat Kelas Bawah, LAZISNU Cilacap Gelar Pelatihan Pembuatan Tas Anyaman
6
Cara Mengingatkan Anak yang Berisik ketika Khutbah Jumat
Terkini
Lihat Semua