Nasional

Gelar Harlah Ke-101 NU, Waketum Pagar Nusa Ingatkan Pendekar Jangan Lepas dari Kiai NU

Kam, 1 Februari 2024 | 22:15 WIB

Gelar Harlah Ke-101 NU, Waketum Pagar Nusa Ingatkan Pendekar Jangan Lepas dari Kiai NU

Acara Harlah Ke-101 NU dan Harlah Ke-38 Pagar Nusa di Kalimantan Timur. (Foto: dok. Pagar Nusa)

Balikpapan, NU Online

Wakil Ketua Umum II Pimpinan Pusat (PP) Pagar Nusa Kiai Muchtaruddin mengingatkan para pelatih dan pendekar agar selalu menjaga amaliah Nahdlatul Ulama yang telah diwariskan para kiai terdahulu. Pendekar dan pelatih Pagar Nusa juga diingatkan agar tak lepas diri dari kiai-kiai NU. 


Cak Tar, sapaan karib Kiai Muchtaruddin, mengingatkan hal itu dalam Peringatan Hari Lahir Ke-101 NU dan Hari Lahir Ke-38 Pagar Nusa di Pusat Pendidikan dan Pelatihan 1 Pagar Nusa, Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Selasa (30/1/2024) malam. Pusdiklat 1 Pagar Nusa ini membawahi Kaltim, Kaltara, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua. 


Menurutnya, Peringatan Harlah NU dan Pagar Nusa bisa dijadikan momen kontemplasi mendalam. Meski digelar dalam kondisi sangat sederhana lantaran sengaja membatasi undangan, namun niat, itikad, dan semangat refleksi diri menjadi hal utama. 


“Kalau sudah berusia 101 tahun, artinya NU sudah sangat matang. Untuk itu kita harus merefleksi diri kita. Jangan lepas dengan kiai-kiai NU. Refleksi kita bagaimana harus mempertahankan, mengamalkan ajaran dari ulama-ulama terdahulu. Ini tentang Harlah NU,” ujarnya. 


Kiai Muchtar mengingatkan agar bangsa Indonesia bisa terus menjaga persatuan dan perdamaian, yang fondasinya telah dibangun para kiai terdahulu. Munculnya gerakan dan pemikiran yang ingin memecah Indonesia, harus selalu dibendung. 


Tentang refleksi Harlah Pagar Nusa, Cak Tar mengisahkan pengalamannya saat berada di Fiji, Finlandia. Kala itu, ia sempat mendengar kabar tak sedap tentang para pendekar di Indonesia yang dituding suka membunuh. Namun, ia membantah tudingan itu dan meluruskan pandangan miring tersebut. 


“Zaman Indonesia dijajah memang pendekar jadi ahli membunuh. Kalau tidak, bagaimana pendekar-pendekar Indonesia membantu para kiai merebut kemerdekaan dari penjajah,” terangnya. Saat itu, para pendekar berada di bawah binaan para kiai, yang menjadi Letkol. 


Setelah Indonesia merdeka, lanjut Cak Tar, para kiai kembali ke lingkungannya. Kembali ke pondok, membina keilmuan para santri dan mengembangkan pesantren.


“Dulu memang pendekar suka membunuh. Tapi setelah merdeka sudah tidak lagi. Sekarang hanya melumpuhkan, tidak membunuh. Tapi bukan melumpuhkan lawan, melainkan melumpuhkan nafsu diri sendiri bagaimana kita tidak sombong, tidak wah, tidak merasa paling benar. Nah kita harus mampu melumpuhkan nafsu sendiri,” pesan Cak Tar.


Karena itu, Cak Tar menekankan agar para santri, pelatih dan pendekar untuk mampu menjaga amaliah para Kiai NU dan terus berusaha melumpuhkan hawa nafsu. 


“Tititk akhir pendekar itu menjaga aqidah yang diajarkan kiai-kiai kita terdahulu. Para kiai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah menjaga akhlak kita, mengikuti akhlak para guru. Kita menerapkan akhlak dan budaya kiai. Kalau sudah mengenal budaya, kita akan menjadi insan beradab, bukan biadab. Nah, ini jadi refleksi kita bersama,” tegasnya.


Ia juga berpesan agar belajar pencak silat dan mengaji harus bersanad. Harus sampai perawinya. Cak Tar kemudian mengisahkan sejarah Pencak Silat Cimande yang dicetuskan Nyai Ratu Rangga, cucu Sunan Gunung Jati. Di situ letak tataran nilai-nilai keislaman muncul. Tidak ada ceritanya dalam Pagar Nusa menyerang lebih dulu. 


Ia juga mengingatkan agar para pendekar tidak jumawa untuk menyerang orang lain terlebih dahulu. Ia mengajak seluruh santri untuk merajut kebersamaan dan memperbaiki peradaban. 


“Kita tidak bisa sendiri-sendiri. Kelompok-kelompok terdikotomi harus kita satukan. Bersama membangun budaya pencak silat. Pencak itu berarti gerak kewalian,” jelasnya. 


Di kesempatan sama, Ketua Pimpinan Wilayah Pagar Nusa Kaltim Agus Sofian Noor turut menegaskan agar para santri di Balikpapan bersinergi membentuk pelatih yang bersanad. Sebagaimana ilmu-ilmu lain yang sanadnya harus jalan. 


“Kenapa para pelatih harus bersanad? Hal ini untuk menjaga kemurnian ilmu dan menghormati para ulama pendiri-pendiri Pagar Nusa, yang dulu tidak mudah menyatukan para santri dan perguruan pencak silat se-Indonesia,” pesannya. 


Para santri juga harus menjaga para ulama. Melestarikan budaya pencak silat, menciptakan prestasi anak negeri. Diwajibkan melakukan amaliah-amaliah dalam NU. Tugas pelatih, budaya pelatih untuk mengembangkan budaya amaliah santri. 


“Pusdiklat 1 memiliki tugas, membentuk dan mencetak pelatih yang handal dari setiap cabang. Untuk itu kita harus menguatkan sinergitas,” pintanya. 


Pusdiklat 1 membawahi Kaltim, Kaltara, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua. Untuk santri Pagar Nusa Wilayah Kaltim, ia berharap terus berlatih keras agar bisa menjadi atlet tingkat provinsi dan nasional. Agus juga berharap para sesepuh bisa terus menjaga, memberi semangat, dan mengayomi para santri. 


Dalam kesempatan itu, dikukuhkan pula salah satu tokoh di Kaltim, drg. Syukri Wahid, sebagai Dewan Pembina Pusdiklat 1. Peringatan Harlah yang dalam kondisi sangat sederhana, lanjutnya, tidak mengurangi itikad dan semangat para santri untuk selalu berupaya memberi maslahat pada umat, bangsa, dan agama. 


“Alhamdulillah, malam ini kita kukuhkan bapak drg Syukri Wahid sebagai Dewan Pembina Pusdiklat 1. Acara pengukuhan khususnya akan dilakukan nanti berbarengan saat pengukuhan para pelatih,” jelasnya. Ia berharap, seluruh santri Pagar Nusa terus menjaga amaliah dan budaya yang ditanamkan para kiai. 


Kontributor: Rudi Agung