Nasional

Gus Kikin Jelaskan Ulang Sejarah Hari Santri dan Resolusi Jihad

Sab, 4 November 2023 | 12:00 WIB

Gus Kikin Jelaskan Ulang Sejarah Hari Santri dan Resolusi Jihad

Ketua PBNU KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) saat ceramah kesantrian di Puncak Hari Santri 2023 di Graha Adi Podaya Sumenep yang ditayangkan TVNU Sumenep diakses NU Online, Jumat (3/11/2023). (Tangkapan layar TVNU)

Sumenep, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) mencoba menjelaskan ulang tentang sejarah Hari Santri dan difatwakannya Resolusi Jihad. Karena masih ada sebagian warga, termasuk seorang perwira, yang bertanya tentang peringatan tersebut yang tiap tahun disemarakkan di bulan Oktober.


“Padahal momentum tersebut untuk mengenang dan meneladani santri yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” ujarnya saat ceramah kesantrian di Puncak Hari Santri 2023 di Graha Adi Podaya Sumenep yang ditayangkan TVNU Sumenep diakses NU Online, Jumat (3/11/2023).


Gus Kikin menceritakan, saat membuka catatan Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari di Tebuireng, peristiwa besar yang diperingati pada bulan Oktober, banyak para masyayekh berjihad mempertahankan kemerdekaan.


Bahkan, dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jamaah disebutkan bahwa sekitar tahun 1912 banyak aliran masuk ke Indonesia dengan membawa pemikiran baru yang membuat umat Islam bingung.


“Mbah Hasyim memuji pemikiran modernisasi. Tapi, tidak sependapat untuk meninggalkan mazhab. Pada tahun 1912 banyak sekali pertentangan dan perdebatan organisasi yang membawa pemikiran yang berbeda-beda. Para masyayekh di Indonesia berusaha menjaga agar tidak ada perpecahan antarumat Islam. Kendati sebelumnya berpaham Aswaja,” kata Gus Kikin.


Ia mengatakan bahwa untuk mengembalikan pada kondisi semula sangat sulit. Saat Raja Arab Saudi ingin meluluhlantakkan makam Nabi Muhammad saw, seorang santri menjadi delegasi Komite Hijaz. Di sanalah seluruh masyayekh sepakat mendirikan NU pada 31 Januari 1926 yang menjadi wadah bagi umat Islam untuk menyelamatkan Islam Aswaja.


Pada tahun 1930, ada aturan dari Belanda yang dikenal dengan Ordonantie yang menyatakan bahwa guru-guru yang mengajar di serambi masjid dianggap guru liar. Muncul pula Ordonantie yang mengatur perkawinan. Sejak itulah, Mbah Hasyim mengumpulkan seluruh organisasi untuk menyikapi persoalan tersebut. Bukti ini tertulis dalam kitab al-Mawaidz sebagai wejangan pada semua organisasi.


“Organisasi yang awalnya bertentangan, saat itu mengangguk. Pada tahun 1935-1937 semua organisasi menyatu di bawah federasi Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Pada tahun 1938 semua umat Islam menyatu. Di masa Jepang, tahun 1943 pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Masyumi yang notabenenya orang-orang NU,” imbuhnya.


Berkat rahmat Allah swt, Jepang mengaku kalah pada tahun 1945. Kemudian Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Tak lama kemudian, Inggris dan Belanda masuk ke Indonesia dalam waktu singkat. Kedatangannya dikhawatirkan oleh masyayekh.


Fatwa Jihad 
Maka pada 11 September 1945 Mbah Hasyim menyerukan fatwa jihad pertama. Isi dari fatwa tersebut adalah hukum memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan adalah fardhu 'ain bagi umat Islam baik kaya ataupun miskin.


Tak hanya itu, isi dari fatwa tersebut juga menyatakan bahwa hukum yang meninggal saat melawan Belanda dan komplotannya adalah mati syahid. Sedangkan hukum orang yang memecahkan persatuan bangsa adalah wajib dibunuh. Jadi, fatwa tersebut mendorong kepada semua orang Islam agar ikut andil dalam berjihad.


Saat Inggris dan Belanda berhasil masuk Surabaya, menjadi ancaman serius. PBNU lalu mengadakan rapat bersama seluruh konsulat dari Jawa dan Madura. Dari sanalah muncul fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang ditujukan kepada pemerintah.


Fatwa itu menyerukan kepada pemerintah untuk meneguhkan sikap dan tindakan yang nyata serta harus sepadan dalam setiap usaha di saat membahayakan kemerdekaan Indonesia. Artinya, seruan itu untuk melanjutkan perjuangan bersifat sabilillah untuk tegaknya NKRI dan agama Islam.


“Kendati memiliki alat perang seadanya. Arek-arek Suroboyo menolak. Tanpa dipungkiri juga, santri di pesantren pernah dilatih oleh Jepang untuk memiliki milisi yang dikenal dengan pasukan Hizbullah dan Sabilillah. Pasukan inilah yang banyak berperan menghadang pasukan musuh,” ungkapnya.


Pengasuh Pesantren Tebuireng ini menyatakan, ultimatum yang dikeluarkan pihak musuh disambut gegap gempita para santri. Lalu, pada 10 November 1945, terjadilah pertempuran besar setelah Mbah Hasyim menyerukan fatwa Resolusi Jihad kedua.


Isinya adalah berperang melawan penjajah hukumnya fardhu 'ain bagi lelaki, perempuan, dan anak-anak yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi yang berada di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu menjadi fardhu kifayah.


Hal yang unik dan di luar nalar manusia, pesawat tempur Inggris jatuh tumbang satu persatu, termasuk tewasnya Jenderal Mallaby. Sebagaimana cerita yang masyhur, pasukan Hizbullah dan Sabillah menjadi tulang punggung peperangan.


“Seluruh masyayekh dan santri dari Jawa dan Madura berbondong-bondong menuju ke Surabaya. Itulah semangat warga NU yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” tandas Gus Kikin.