Nasional

Gus Miftah Ajak Masyarakat Hormati Guru, Kiai, dan Habaib

Ahad, 29 Mei 2022 | 07:00 WIB

Gus Miftah Ajak Masyarakat Hormati Guru, Kiai, dan Habaib

Penceramah kondang KH Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah). (Foto: Dok. NU Online)

Mojokerto, NU Online
Penceramah kondang KH Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) mengajak masyarakat untuk menghormati para guru, kiai, dan habaib. Kita tidak boleh membanding-bandingkan mereka. Sebab, masing-masing memiliki spesifikasi keilmuan atau kelebihan tersendiri.


“Kamu boleh mencintai seorang kiai, tapi bukan berarti (boleh) merendahkan kiai yang lainnya. Kamu boleh mencintai seorang habib, tetapi tidak boleh merendahkan habib lainnya,” tandas Gus Miftah di Pesantren Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (26/5/2022) malam.


Pengasuh Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta tersebut mengaku sering menyaksikan di masyarakat, orang yang ngefans seorang kiai, tetapi tidak suka dengan kiai lain. Padahal menurut dia, ulama itu ahli waris para nabi yang jumlahnya ada 124.000, maka begitu jadi kiai warisannya berbeda-beda.


Lalu, mantan Ketua Rayon PMII di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu mencontohkan lebih lanjut. Ada yang dapat ‘warisan’ Nabi Daud, kiainya menjadi presiden, contohnya Gus Dur. Ada nabi kaya, yaitu Nabi Sulaiman.


Lalu ada kiai kaya seperti KH Asep Saifuddin Chalim. Ada nabi gagah, kuat, yaitu Nabi Musa. Lalu ada kiai gagah yaitu Gus Maksum Pagar Nusa. Ada Nabi Alim, yaitu Nabi Khidlir, Nabi Idris. Lalu ada kiai alim seperti Gus Baha, Gus Qoyyum, dan Kiai Said Aqil.


“Ada nabi ganteng. Siapa? Nabi Yusuf. Begitu turun (temurun) ada kiai ganteng. Siapa?” seloroh Gus Miftah, yang namanya langsung disahut hadirin sambil tertawa.


“Kiai itu kemampuannya sendiri-sendiri, jangan kemudian dianggap sama,” imbuhnya kembali mengingatkan kepada ribuan hadirin yang menyimak.


Pria yang pernah diberi gelar 'Presiden Para Pendosa' karena saking dekatnya anak-anak ‘dunia malam’ itu mengingatkan untuk mengambil yang baik tanpa perlu membandingkan.


Walikulli syai’in maziyyah, semua orang punya kelebihan masing-masing. Harusnya tidak membanding-bandingkan. Kamu ingin belajar ekonomi, kepada Kiai Asep. Kamu ingin mengurus orang nakal, belajarlah kepada Miftah. Kamu ingin belajar Al-Qur’an, kepada Gus Baha. Sehingga ilmumu komplit, tidak malah membanding-bandingkan,” tuturnya.


Kiai kelahiran 5 Agustus 1981 itu juga mengingatkan untuk berjuang sesuai kemampuan masing-masing. Punya ilmu, mengajar. Punya harta, bersedekah. Punya tenaga, bersedekah dengan tenaganya.


“Jangan jadi yang nomor empat: sudah tidak mengajar, tidak menyumbang (harta), tidak membantu (tenaga), (tapi) mulutnya cerewet,” sindirnya sambil tertawa.


Berbagi peran
Gus Miftah kemudian menjelaskan mengenai kiai bermodel sepertinya. Kiai itu idealnya berbagi peran dan tugas. Urusan pendidikan dan bisnis seperti Kiai Asep. Urusan organisasi pasrahkan kepada PBNU.


“Saya biar mengurus orang-orang yang tak pernah tersentuh oleh NU. Siapa, yaitu para artis, selebritis. Mau masuk Islam, ayo ikut saya. Kamu punya masalah, ayo tanya saya,” jelas pria yang identik dengan blangkon dan kacamata hitam itu.


Ia berharap, siapa yang punya ilmu untuk dengan ilmunya, termasuk guru. “Jadi guru di Indonesia itu susah. Apalagi belum PNS, gajinya sedikit. Maka murid jangan menyia-nyiakan guru,” ajaknya.


Sahabat Deddy Corbuzier itu mengajak agar murid hormat, cinta, dan memuliakan guru, seperti halnya Imam Syafii. Dikatakan, Imam Syafii yang bisa menjadi orang besar salah satunya karena hormat kepada gurunya: Imam Malik. Pun demikian dengan Imam Malik, cinta kepada Imam Syafii.


“Sampai puncaknya, Imam Malik bertemu dengan Nabi Muhammad saw, Nabi menitip salam kepada Imam Syafii,” pungkas Gus Miftah.


Kontributor: Ahmad Naufa
Editor: Musthofa Asrori