Nasional

Gus Mus: Halal Bihalal Budaya Asli Nusantara

Kam, 11 April 2024 | 14:04 WIB

Gus Mus: Halal Bihalal Budaya Asli Nusantara

Mustasyar PBNU Gus Mus. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Momentum lebaran Idul Fitri sering kali dijadikan untuk ajang berkumpul dengan sanak famili, tetangga, maupun teman lama yang jarang bertemu.


Salah satu kegiatan yang kerap dilakukan di bulan Syawal adalah halal bihalal. Menurut sejarahnya, kegiatan halal bihalal merupakan ide yang dicetuskan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah seusai diminta saran oleh Presiden Indonesia kala itu, Soekarno atau Bung Karno.


Hal ini sebagaimana keterangan yang tertera pada tulisan di NU Online berjudul KH Wahab Chasbullah, Pelopor Tradisi Halal Bihalal


Kala itu, pada 1948, situasi politik Indonesia sedang tidak sehat. Kemudian Kiai Wahab menyarankan Bung Karno untuk mengadakan silaturahim yang mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara guna menghadiri silaturahim bertajuk halal bihalal.


Mengenai hal ini, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) pernah menyampaikan bahwa halal bihalal merupakan produk budaya asli Nusantara.


“Halal bihalal itu (budaya asli) Indonesia, Nusantara. Di Arab itu tidak ada,” jelasnya sebagaimana yang dimuat dalam tulisan di NU Online berjudul Gus Mus: Banyak yang Mengira Halal Bihalal Produk Arab yang diakses pada Kamis (11/4/2024).


Menurut Gus Mus, kegiatan halal bihalal ini merupakan bentuk dari kecerdasan sesepuh yang ada di Nusantara.


“Dulu Indonesia, Malaysia, dan Brunei itu satu rumpun dan kegiatan ini (halal bihalal) hanya ada di Nusantara. Inilah bentuk kecerdasannya sesepuh yang ada di Nusantara,” ungkapnya.


Ia juga bercerita bahwa kegiatan halal bihalal ini memang asli Nusantara. Sebab menurutnya, saat berada di Mesir sana, ia tidak menemukan kegiatan sejenis ini.


“Di Mesir itu saat Idul Fitri, setelah selesai melaksanakan Shalat Id, satu keluarga membawa tikar dan bekal, kemudian terus piknik ke kebun binatang, melihat monyet. Habis itu pulang lagi ke rumah,” ucapnya.


“Di Indonesia, masyarakat saling berkunjung, saling meminta maaf. Ini Nusantara asli,” imbuhnya.