Nasional

Gus Muwafiq Jelaskan Asal-usul Sedekah Bumi hingga Ziarah Haji

NU Online  ·  Selasa, 24 Juli 2018 | 03:30 WIB

Pati, NU Online
Orang Jawa dulu menyebut leluhurnya yang paling tua dengan Dang Yang. Para Dang Yang dulu membuka alas menjadi desa serta meninggalkan anak cucu. Nasihat para Dang Yang itu dijadikan pedoman hidup. Para Dang Yang mempunyai rumah disebut Pepunden.

Anak cucu Dang Yang semakin hari semakin bertambah akhirnya tersebar di berbagai daerah. Setiap tahun pulang sekali ke rumah para Dang Yang. Hal ini disebut srodo. Jika simbah buyut atau Dang Yang ini meninggal, maka para anak cucu datang membawakan makanan di kuburannya.

Pernyataan pembuka tersebut disampaikan KH Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq saat mengisi pengajian Umum dalam rangka halal bi halal dan Sedekah Bumi Dusun Japah Desa Bulumulyo, Batangan, Pati, Jawa Tengah, Senin (23/7).

Gus Muwafiq menerangkan orang Jawa punya keyakinan bahwa orang yang meninggal hanya pindah jagat (dunia). Dari jagat kecil ke jagat yang besar. Makanya para cucu Dang Yang membawakan makanan atau pun hal-hal yang disukai Dang Yang ke kuburan. Tradisi ini berlangsung selama ribuan tahun.

Kemudian Islam datang. Ajarannya hampir sama dengan Jawa yakni disuruh hormat kepada orang tua, baik yang hidup dan yang mati. Dasarnya Walladziina jaauu mim ba'dihim yaquuluuna rabbanaghfirlanaa wali ikhwaninalladziina sabaquunaa bil iimaan.

Gus Muwafiq menjelaskan berdasarkan ayat tersebut, harusnya yang hidup pada zaman sekarang mendoakan orang yang dulu-dulu yang sudah meninggal. Caranya ada yang langsung didatangi dengan diziarahi, ada yang di online. Dasarnya ziarah secara langsung kuntu nahaitukum an ziayarotul qubuuri, fazuuruuhaa.

"Baik Islam maupun Jawa punya ajaran untuk datang ke kuburan," terang Gus Muwaffiq

Kiai asal Yogyakarta ini menyatakan bila orang Jawa punya keyakinan orang tidak mati. Maka bisa bicara dengan orang yang sudah meninggal jasadnya. Sedang dalam Islam juga sama, seperti dalam Al-Qur'an walaa taquuluu liman yuqtalu fi sabilillahi amwaat. Bal ahyaaun walakilla tasy'uruun.

Ajaran orang Jawa bahwa orang mati dibawakan makanan di kuburan. Ajaran Islam juga orang mati dibawakan makanan. Sama-sama membawakan makanan, kalau menurut tradisi Jawa makanan diberikan pada orang yang sudah mati di kuburan, sedangkan menurut Islam diberikan pada yang masih hidup namanya shodaqoh. Idzaa maatabnu aadam inqoto’a 'amaluhu illaa min tsalaatsin...

"Itulah kebiasaan yang berbeda dari tempat, bangsa, keyakinan yang berbeda kenyataannya bisa berjalan beriringan," papar Gus Muwafiq

Selanjutnya Gus Muwafiq mengisahkan bila Nabi Muhammad SAW yang dulu juga mencari tahu napak tilas pendahulunya yakni Nabi Ibrahim karena ditanyai orang Yahudi dan Nasrani. Nabi Ibrahim merupakan bapak orang sedunia. Beliau berhasil menemukan napak tilas Nabi Adam.

Lalu, pada saat isra' mi'raj Nabi Muhammad dikasih tahu Allah letak maqam Ibrahim dan hijir Ismail. Serta bukit shafa dan marwa.  Lalu, tempat melempar jumrah atau melempar iblis. Nabi Muhammad juga setiap tahun sekali mengunjungi kabah, mencuci, mengganti kainnya dan meminyakinya dengan wewangian.

"Makanya banyak orang menyebut ziarah haji bukan ibadah haji. Karena mengunjungi napak tilas Nabi Ibrahim dan keluarga. Serta dalam ibadah haji juga ada yang namanya kurban. Itu berasal dari seluruh orang yang haji," jelas Gus Muwafiq.

Seperti halnya sedekah bumi dilakukan setahun sekali dengan mengunjugi napak tilas leluhur desa dan melakukan bersih-bersih desa. Lalu melakukan sedekah berupa makanan-makanan dan mendoakan leluhur-leluhur.

"Masalah sedekah bumi sudah clear bagi orang NU," tandasnya. (Ahmad Solkan/Fathoni)