Nasional

Gus Reza Lirboyo Jelaskan Khidmah dan Teori Berkah

Kam, 5 Agustus 2021 | 02:00 WIB

Gus Reza Lirboyo Jelaskan Khidmah dan Teori Berkah

Tangkap layar Pengasuh Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo, KH Reza Ahmad Zahid (Gus Reza) dari Youtube NU Online.

Jakarta, NU Online
Para santri di pondok pesantren diajari oleh para ustadz-ustadz yang rela berkorban meluangkan waktunya, menyisihkan segala kesempatannya untuk mentransformasikan ilmu.

 

Mereka mengajarkan alif ba ta, cara membaca kitab kuning, memahami masalah, menjawab masalah, mengurai permasalahan hingga menemukan solusinya. Semua yang dilakukannya itu tiada lain adalah khidmah.

 

Demikian disampaikan oleh Pengasuh Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo, KH Reza Ahmad Zahid dalam tayangan Gus Reza Lirboyo-Khidmah dan Rumus Berkah yang dirilis Youtube NU Online baru-baru ini.


Menurutnya, para ustadz memiliki himmah atau kemauan kuat, yang besar untuk mentransformasikan ilmunya kepada para santri dan anak didiknya. "Dan yang kita harus yakini adalah, khidmah itu ada di dalam hati mereka," ungkap Gus Reza.


Maka dari itu, lanjutnya, jangan terus kemudian para ustadz berkecil hati, "Saya hanya mengajarkan alif ba ta kepada santri-santri; Saya hanya mengajarkan bagaimana cara menulis Pegon, bagaimana cara menulis Arab kepada santri-santri."


Menurut Gus Reza, Kiai Hasyim Asy’ari memiliki cita-cita yang tidak pernah kita sangka, yaitu bisa mengajari anak-anak kecil untuk belajar alif ba ta.

 

"Hadratussyekh Mbah Kiai Hasyim Asy’ari memiliki satu keinginan yang tidak kita sangka-sangka yaitu ngajari anak kecil untuk belajar membaca Al-Quran, nulis Arab. Ini adalah satu cita-cita yang sangat luhur, ini adalah satu keinginan yang sangat-sangat mulia," ungkap wakil Ketua PWNU Jawa Timur, seperti yang pernah ditulis Ulil Abshar Abdalla dari riwayat Kiai Muadz bin Kiai Tohir bin Nawawi, Kajen Pati, 12 Juli 2016 silam. 


Maka dari itu, lanjutnya, yang harus digarisbawahi, ketika mentransformasikan ilmu kepada murid-murid dan santri-santri yang ada di madrasah ataupun di pondok pesantren, adalah al-khidmah.


"Memang kalau kita ukur secara materi, khidmah tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan bekerja. Karena apa? Al-khidmah tatarattabu fieha al-barākah, wal kasbu yatarattabu fiehi al-ujrah (khidmah itu konsekuensinya adalah berkah, sedangkan bekerja konsekuensinya adalah gaji)," tutur Gus Reza.


Menurutnya, seorang guru ada SK-nya, ada jenjang pendidikan linearitas yang diwajibkan. Kemudian ada juga tunjangan-tunjangan, ditambah lagi dengan gaji gaji bulanan yang sudah ditetapkan. Itu semuanya harus sesuai dengan SK, sesuai dengan jenjang pendidikan yang dia dapatkan. Semuanya ter-SK, karena memang itu adalah gaji. Seorang pejabat, katakanlah dia ter-SK, gaji yang dia dapatkan itu pun juga sesuai dengan SK. 


"Lain halnya ketika seorang ustadz mengajarkan ilmu agama di pondok pesantren yang SK-nya lillāhi taāa. Apa yang dia lakukan juga lillāhi taāla. Semuanya itu adalah khidmah, tidak ada konsekuensi gaji di situ, yang ada adalah berkah. Ini yang harus kita kedepankan," salah satu pendiri PCI-NU Yaman ini menjelaskan. 

 

"Lalu perbedaannya bagaimana? Kalau kita bicara masalah gaji, memang ada standar gaji, sesuai dengan layaknya gaji yang ada di sekitar daerahnya. Tapi kalau berkah tidak ada standar tertentu.  Yang punya rumusnya berkah itu adalah Allah SWT dan jalannya adalah Min ḥaitsu lā yahtasib (dari arah yang tidak disangka-sangka, ed). Dari mana dia dapatkan? Dari tempat yang tidak disangka-sangka. Kapan dia dapatkan? Di waktu yang tidak disangka-sangka. Allah yang Maha Memberi, dan pemberian Allah ini tidak ada batasnya," beber Gus Reza.


Hal ini, lanjutnya, yang harus kita yakinkan pada diri seorang pendidik, ketika mentransformasikan ilmu kepada santri-santri, murid-murid, yang ada di madrasah ataupun di pondok pesantren.

 

"Ayo kita tanamkan jiwa di dalam diri kita. Insyallah apa yang kita lakukan menjadi amal shaleh untuk kita untuk guru-guru, untuk para ustadz dan yang disampaikan menjadi ilmu yang manfaat dan berkah. Amin ya rabbal ‘alamin," pungkasnya.

 

Kontributor: Ahmad Naufa Khoirul Faizun
Editor: Kendi Setiawa