Nasional

Gus Yahya Kisahkan Kekaguman Ulama Al-Azhar Mesir pada NU

Jum, 14 Januari 2022 | 11:15 WIB

Gus Yahya Kisahkan Kekaguman Ulama Al-Azhar Mesir pada NU

Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya. (Foto: Tangkapan layar)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengisahkan, ulama Al-Azhar, Mesir, merasa kagum dengan kebesaran NU. Sebab, mereka menilai, sejauh ini Universitas Al-Azhar sudah menciptakan jutaan alumni, tapi mereka belum bisa menjadi jam’iyah seperti di warga NU.


Hal itu dia sampaikan dalam acara Haul KH Munawwir bin Abdullah Rosyad Ke-83 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, pada Kamis (14/1/2022). 


Pria kelahiran 1966 itu mengaku mendapat kabar kekaguman ulama Al-Azhar tersebut dari Rais ‘Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, saat mengadakan kunjungan ke Mesir.


“Ketika Rais ‘Aam KH Mitachul Akhyar belum lama pulang dari Mesir (untuk) bertemu ulama Azhar, kata ulama di sana, NU itu jam’iyah yang khâqirul ‘âdah (manakjubkan). (Kata mereka), kalau alumni Azhar itu sudah jutaaan, tapi tidak bisa menjadi harakah, jam’iyah seperti Nahdlatul Ulama,” terang pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah itu.


Mengenang salah satu ceramah KH Maimoen Zubair (Mbah Maimoen), Gus Yahya mengatakan bahwa alasan kekaguman ulama Al-Azhar itu sebenarnya sudah pernah disampaikan oleh Mbah Maimoen dalam salah satu ceramahnya.


Mengutip Al-Qur’an surat Al-Fath ayat 29, lanjut Gus Yahya, Mbah Maimoen mengibaratkan NU bagaikan tanaman padi yang bagus sehingga dikagumi oleh para petani. Para petani itu salah satunya simbol para ulama Al-Azhar yang mengagumi kebesaran NU. 


“Jadi, kalau ulama Mesir kagum dengan NU itu memang sudah dinash dalam Al-Qur’an dengan redaksi yu’jibuz zurrra’ (membuat kagum para petani),” ucap Gus Yahya. 


Secara filosofis, Gus Yahya melanjutkan, padi itu tanaman yang solid seperti NU. Sebab, satu bibit padi akan memunculkan banyak tunas. Ketika tunas-tunas itu baru tumbuh, yang memberi asupan adalah bibit awal tadi, bukan langsung dari tanah. Setelah cukup usia, baru tunas-tunas tersebut menyerap zat-zat dari tanah secara mandiri. 


“Sampai (tunas-tunas) kuat, maka fastawa. Kata Mbah Moen fastawa itu rata, makanya padi itu kalau sudah jadi pasti rata, baik yang tadinya bibit awal ataupun tunas-tunasnya,” ujar Gus Yahya. 


Selanjutnya, Gus Yahya membeberkan, salah satu alasan yang membuat NU menjadi organisasi Islam terbesar adalah karena jumlah pengikutnya setengah dari keseluruhan Muslim di Indonesia. 


“Kalau Muslim di Indonesia sebanyak 240 juta, maka orang NU-nya tidak kurang dari 120 juta. Itu melebihi dari penduduk Mesir, melebihi penduduk Iran, melebihi penduduk Pakistan,” tambahnya.


Mengacu pada hasil survei tahun 2019, Gus Yahya mengungkapkan bahwa jumlah warga NU saat itu mencapai 5,7 persen dari seluruh Muslim yang ada di Indonesia.


“Pertanyaannya, yang membuat NU besar itu apa? Kalau dipikir, zaman orde baru dulu orang yang benar-benar NU kalau mau ngaku NU, tidak berani. Gitu kok bisa sebanyak ini (anggotanya),” ucap Gus Yahya.


Kecintaan Mbah Hasyim

Selain solidaritas warga NU yang membuat NU menjadi organisasi Islam terbesar, NU juga dirikan atas rasa cinta Hadrastussyekh KH Hasyim Asy’ari dan para pendiri (mu’assis) lainnya kepada Nahdliyin sendiri.


“Mereka mendirikan NU bukan supaya bisa masuk surga. Tapi karena rasa cinta kepada orang-orang dicintainya. Tanpa membuat NU pun, mereka bisa masuk surga,” kata Gus Yahya. 


Mendasari argumenya, Gus Yahya membacakan salah satu syair gubahan KH Hasyim Aasy’ari yang berbunyi: 


Baini wa bainakum fil maḫabbati nisbatun, mastûratun fi sirri hâdzalâlam’ 


Naḫnul ladzûna tahababats arwâḫuna, min qabli khalqillâhi thînata âdam’ 


(Antara aku dan kalian ada tautan cinta tersembunyi di balik rahasia alam, arwah kita sudah saling mencinta sebelum Allah mencipta lempungnya Adam). 


“Makanya, orang cinta kepada NU itu kadang sulit diketahui sebabnya. Itu memang sudah rahasia alam,” tandasnya.


Kontriburtor: Muhamad Abror
Editor: Syamsul Arifin