Nasional

Gus Yahya Minta Khofifah Keliling Indonesia Bangun Teknokrasi di NU

Kam, 17 Februari 2022 | 07:00 WIB

Gus Yahya Minta Khofifah Keliling Indonesia Bangun Teknokrasi di NU

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat di Surabaya. (Foto: NU Online/Syakir)

Surabaya, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf bercita-cita mengenai kebangkitan NU di tiga bidang, yakni kebangkitan intelektual, kebangkitan wirausaha, dan kebangkitan teknokrasi.


Dalam bidang terakhir ini, Gus Yahya, sapaan akrabnya, memercayai Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai sosok yang paling memahami, mengerti, sekaligus berpengalaman di bidangnya.


Jatuhnya pilihan kepada Khofifah untuk menjadi perempuan pertama sebagai Ketua PBNU bukan karena terdorong oleh kesetaraan gender sebagaimana digembar-gemborkan banyak orang. Lebih dari itu, Gus Yahya melihat potensi perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 itu tidak ada yang melampauinya dalam bidang teknokrasi.


“Tidak ada yang berpengalaman lebih baik dalam bidang ini selain Khofifah,” ujarnya pada Silaturahim PBNU, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Se-Indonesia, dan Gubernur Jawa Timur Hj Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (16/2/2022) malam.


Sebagaimana diketahui, Khofifah sudah menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada usianya yang baru menginjak 34 tahun di era Kabinet Persatuan Nasional yang dipimpin oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).


Gus Yahya menceritakan, Gus Dur mengatakan bahwa jika orang NU hendak masuk di wilayah eksekutif, setidaknya harus memiliki pengalaman tiga periode di legislatif. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi seorang Khofifah.


Oleh karena itu, Gus Yahya meminta Khofifah secara khusus untuk berkeliling Indonesia dalam rangka melatih PWNU se-Indonesia mengenai teknokrasi. “Bu Khofifah akan kita minta berkeliling Indonesia mengajar PWNU se-Indonesia tentang bagaimana mengelola membangun teknokrasi di dalam Nahdlatul Ulama,” ujarnya.


Governing NU
Hal ini, menurut dia, sangat penting mengingat perlunya membangun NU dengan sistem ala pemerintahan (governing NU). Gagasan ini ia tulis dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). “Mengelola NU laksana pemerintahan,” kata Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Hanya saja, beda NU dengan pemerintahan adalah anggotanya yang hanya terikat sebagai kewargaan atau rekanan (fellowship) bukan kewarganegaraan (citizenship). Perbedaan lainnya, NU tidak memiliki wilayah teritori sebagaimana negara.


Apalagi di masa kepemimpinannya yang baru berjalan ini, Gus Yahya sudah membuat berbagai kerja sama yang bisa diturunkan ke tingkat wilayah, cabang, hingga majelis wakil cabang (MWC).


Ia menyebut, kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait berbagai hal seperti peremajaan kebun sawit rakyat dan kehutanan sosial sekurangnya bisa diturunkan ke 130 cabang. Sementara dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, PBNU telah menandatangani kerja sama membangun 90 titik kampung nelayan.


Di Bangkalan hari ini, Kamis (17/2/2022), PBNU akan akad kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kerja sama dengan kementerian tersebut menargetkan minimalnya dapat mencetak 10.000 orang wirasantri dalam satu tahun.


Di tempat dan waktu yang sama, PBNU juga akan membangun kerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menciptakan 250 Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU) dan diharapkan setiap cabang dan wilayah masing-masing memiliki BUMNU.


Agar kerja sama itu tidak berhenti di tanda tangan, Gus Yahya menegaskan pentingnya membangun teknokrasi di tubuh NU. karenanya, kehadiran Khofifah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita itu.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori