Nasional

Gus Yahya: NU Sangat Berharga, Jangan Sampai Jadi Aset Murah

Rab, 5 Oktober 2022 | 18:00 WIB

Gus Yahya: NU Sangat Berharga, Jangan Sampai Jadi Aset Murah

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengungkapkan bahwa harga Nahdlatul Ulama (NU) tidak mudah diukur. Oleh karena itu, terlalu riskan jika berpikir bahwa NU dijadikan sebagai sebuah aset. Jangan sampai NU dijadikan aset tapi dihargai jauh dari yang seharusnya.


“Jangan sampai kita berdagang, namun rugi. NU menjadi besar dibeli dengan sangat mahal, karena apa yang dilakukan oleh para pendahulu kita tidak dapat diukur dengan nilai duniawi,” kata Gus Yahya pada Haul ke-41 KH Abdul Hamid Pasuruan yang ditayangkan dalam YouTube NU Online, Rabu (5/10/2022).


“Sampai hari ini, misalnya, tidak ada laporan berapa nyawa yang sudah terbuang di dalam perang revolusi 10 November,” sambung putra KH Cholil Bisri Rembang ini.


Menurut Gus Yahya, hasil survei tahun 2018 menyebutkan bahwa orang yang mengaku sebagai jam’iyah NU secara terang-terangan mencapai 50,5% dari jumlah penduduk Islam di Indonesia. Sementara hasil survei 2022 menyatakan, orang yang mengaku NU di seluruh Indonesia mencapai 59,2% dari sekitar 250 juta penduduk Muslim.


“Sejak dahulu kebesaran NU sudah disadari karena begitu besarnya maka menjual NU itu sebenarnya mudah sekali pasti lakunya, yang penting mengaku orang NU. Kalau kita berpikir bahwa warga NU yang besar ini sebagai aset maka menjadi luar biasa berharga,” ujarnya.


Gus Yahya menambahkan betapa besar pengorbanan para pendahulu sehingga tidak tepat jika dilihat kebesaran NU hanya sebagai aset. Oleh karena itu, saat ini penting untuk melihat NU sebagai tanggung jawab, khususnya bagi para pengampu jam’iyah NU yang seharusnya mampu bersungguh-sungguh dalam berkhidmah dan melayani hajat para jamaah.


“Tanggung jawab melayani harus dilakukan. Jika mempunyai maka harus memberi. Kalau tidak mempunyai maka dapat mencari. Ini sama dengan yang dilakukan para kiai kita terdahulu yang tidak hanya sekedar khidmah kepada ilmu, tapi juga melakukan ri’ayah kepada umat apa pun kebutuhannya termasuk memberikan. NU harus mampu sebagai jam’iyah melakukan peran yang sama yaitu tanggung jawab ri’ayah kepada jamaah,” tuturnya.


Selain itu, lanjut Gus Yahya, NU harus bertanggung jawab memelihara negara agar menjadi lebih baik sampai seterusnya. Karena NU ikut mendirikan NKRI. Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari sudah membuat fatwa bahwa wajib membela negara ini dengan nyawa. Bahkan, hukumnya fardhu ‘ain.


“NU bertanggung jawab agar tidak menjadikan NKRI sabagai bencana bagi rakyat Indonesia. NU harus mengupayakan agar NKRI menjadi kemaslahatan bagi masyarakat,” tandas Jubir Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.


Gus Yahya menuturkan bahwa pada tahun 70 dan 80-an merupakan masa yang berat bagi warga NU. Pada waktu itu, orang-orang takut mengaku NU berbanding terbalik dengan saat ini. Meskipun dalam tekanan, mereka tetap memiliki semangat terhadap NU.


“Salah satunya karena adanya wali masyhur yang dapat dijadikan pagarnya, seperti keberadaan Mbah Hamid Pasuruan sangat penting karena berperan memberikan ketenangan dalam keadaan apa pun,” pungkasnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori