Nasional

Gus Yahya: Perempuan Harus Dapat Akses Setara dengan Laki-laki

Sab, 6 Mei 2023 | 18:00 WIB

Gus Yahya: Perempuan Harus Dapat Akses Setara dengan Laki-laki

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat memberikan pidato kunci pada Halaqah Fiqih Peradaban dan Bahtsul Masail Kiai dan Nyai se-Indonesia di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (6/5/2023). (Foto: NU Online/Aiz)

Purwakarta, NU Online

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa perempuan punya hak akses setara dengan laki-laki. Hal tersebut disampaikan dalam acara Halaqah Fiqih Peradaban dan Bahtsul Masail Kiai dan Nyai se-Indonesia yang berlangsung di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (6/5/2023).


“Tempo hari saya ditanya Pak Ulil, sebetulnya yang kita mau itu apa (tentang perempuan)? Saya bilang sederhana saja, perempuan itu harus mendapatkan akses yang setara dengan laki-laki untuk mengembangkan kapasitasnya,” jelas Gus Yahya.


Menurut Gus Yahya, pemikiran inilah yang dituntut oleh Nyai Djuaesih dan Nyai Siti Sarah, perempuan NU yang menyuarakan hak-hak kaumnya saat Muktamar ke-13 NU di Menes pada tahun 1938.


“Kalau laki-laki boleh ngaji, perempuan harus boleh. Kalau laki-laki boleh belajar perempuan juga harus boleh. Pokoknya kalau laki-laki boleh dididik, perempuan juga harus boleh dididik. Itu yang diminta oleh Nyai Djuaesih dan Nyai Siti Sarah,” beber Gus Yahya.


Dasar pemikiran tersebut, sambung Gus Yahya, berangkat dari sebuah hadits Nabi Muhammad yang menyebutkan bahwa mencari Ilmu Itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.


“Nah, kalau semuanya sudah mendapatkan akses yang setara, selanjutnya soal kapasitas,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Perempuan yang mempunyai kapasitas, kata Gus yahya, tentu berhak mendapatkan posisi sesuai dengan kapasitasnya itu sendiri. “Prinsipnya sederhana juga, tausidil amri ila ahlihi (menyerahkan urusan kepada ahlinya),” jelas Gus Yahya.


“Dan itu bisa saja perempuan punya keunggulan kapasitas dibandingkan laki-laki, ndak masalah. Kanjeng Nabi saja menyatakan laki-laki ini suruh ngaji sama perempuan namanya Siti Aisyah,” ucap Gus Yahya.


Gus Yahya juga menegaskan, dimasukkanya sejumlah perempuan dalam jajaran kepengurusan PBNU adalah berdasarkan kapasitas, bukan kuota.


“Bukan soal kuota. Kalau nanti tiba-tiba lebih banyak perempuan yang punya kapasitas lebih dibanding laki-laki, ya apa boleh buat, salahnya laki-laki (tidak punya kapasitas),” tambahnya.


Soal perempuan ini, Gus Yahya juga mengakui ada sejumlah wawasan yang mungkin bisa dianggap membatasi dan mendiskriminasi perempuan. Ia mencontohkan mengenai hukum shalat perempuan berjamaah di masjid.


“Ini perlu pemikiran yang kemudian kita bisa masukkan dalam kerangka rekontekstualisasi wawasan keagamaan sebagaimana yang kita diskusikan dalam fiqih hadarah,” ujarnya.


Gus Yahya juga menyebut bahwa perlu ada sebuah klarifikasi pada norma yang dianut oleh masyarakat, sehingga bisa membedakan antara ajaran agama qath’i yang tidak bisa diganggu gugat atau sebuah budaya yang masih bisa didiskusikan.


Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Syakir NF