Nasional

Gus Yahya Tegaskan Al-Qur'an Tak Hanya untuk Dibaca dan Dihafal

Ahad, 30 Juli 2023 | 21:00 WIB

Gus Yahya Tegaskan Al-Qur'an Tak Hanya untuk Dibaca dan Dihafal

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat menghadiri Pembukaan Rakernas JQHNU di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (28/7/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan bahwa Al-Qur'an tak hanya untuk dibaca dan dihafal. Sebab di dalam kitab suci itu terdapat pemahaman makna dan keberkahan. 


Hal itu diungkapkan Gus Yahya saat memberikan arahan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Jam'iyatul Qurra wal Huffazh (JQH) NU 2023 di Hotel Sahid Jakarta, Jumat (28/7/2023). 


"Penting bagi jamiyah ini (JQHNU) untuk memikirkan strategi yang harus dibangun supaya bukan hanya soal membaca dan menghafal (Al-Qur'an) tapi juga pemahaman tentang makna dan barokahnya bisa ikut dihidupkan di tengah masyarakat," tutur Gus Yahya di hadapan para ahli pelantun dan penghafal Al-Qur'an. 


Gus Yahya juga menyinggung fenomena kekinian yang sedang marak animo masyarakat untuk belajar membaca dan menghafal Al-Qur'an. Indikasinya adalah rumah-rumah tahfiz yang menjamur di mana-mana. Bahkan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun sampai membuat program Satu Desa Satu Hafiz (Sadesha). 


"Itu karena saking maraknya animo untuk membaca dan menghafal Al-Qur'an. Termasuk (animo masyarakat tinggi) dalam pengajarannya, metode efektif baca tulis Al-Qur'an," ucap Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Jangan Sampai Kehilangan Riyadhah

Di dalam tradisi pesantren, jelas Gus Yahya, upaya tabaruk atau ngalap berkah pada Al-Qur'an menjadi sesuatu yang paling utama saat awal proses belajar. Kemudian terdapat sejumlah riyadhah atau latihan-latihan rohani yang dilakukan.


"Saya dulu ngaji disuruh menirukan. Nggak bawa mushaf, pokoknya niru kiainya. Kalau gak bisa menirukan dg baik, disabet (pakai rotan dan sejenisnya). Itu bagian dari riyadhah untuk bertabaruk kepada Al-Qur'an sejak awal. Saya merasakan yang begini, sehingga menorehkan atsar yang kuat sekali secara rohaniah terhadap diri saya kepada Al-Qur'an," jelasnya.


Gus Yahya pun mengakui bahwa ada nilai positif pada metode belajar Al-Qur'an dengan cepat, sehingga dalam waktu singkat bisa lancar membaca dan menghafal.


"Tapi jangan sampai kehilangan semangat riyadhah untuk memahami Al-Qur'an. Tak hanya bisa berhenti pada membaca dan menghafal, harus mengerti maknanya. Pendidikan tafsir penting sekali supaya orang paham. Para qari itu kalau nggak mengerti kandungan makna, repot. Waqafnya nggak pas saja, repot," katanya.


Al-Qur'an Dalil Ibarat Pisau

Gus Yahya menjelaskan bahwa Al-Qur'an adalah dalil, dan dalil itu ibarat pisau. Siapa pun yang memegang, harus mengerti cara pakainya. Kalau dipakai secara sembarangan, maka akan bisa melukai. 


"Maka saya berkali-kali bilang, orang bodoh jangan nanya dalil. Karena dalil bukan haknya orang bodoh, tapi orang alim. Orang bodoh dikasih dalil, bahaya. Orang bodoh itu haknya taqlid (ikut)," jelasnya. 


Gus Yahya mengingatkan kepada para pelantun dan penghafal agar hati-hati dalam memakai Al-Qur'an, terlebih apabila belum paham kandungannya. Lebih baik, serahkan kepada orang alim yang betul-betul paham kandungan Al-Qur'an.


Ia juga mengingatkan bahwa JQHNU punya tanggung jawab untuk menyebarkan cara pandang dan pemahaman yang ada pada tradisi para ulama NU, yakni memahami Al-Qur'an dengan tidak terbatas hanya membaca dan menghafal. 


Jadikan Al-Qur'an sebagai Imam

Gus Yahya teringat pesan almaghfurlah KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) yang mengatakan bahwa hendaknya Al-Qur'an dijadikan sebagai imam.


"Jangan sampai maraknya orang senang mempelajari Al-Qur'an itu hanya berhenti menjadikan Al-Qur'an sebagai qiraah (membaca/melantunkan) dan sum'ah (mendengar). Al-Qur'an tidak boleh dipelajari sampai pada titik qiraatan wa sumatan. Karena yang menjadi pertanyaan munkar-nakir itu kedudukan Al-Qur'an sebagai imam: maa imamuka (siapa imammu). Maka, ini sudah menjadi bagian dari doa khatmul Qur'an. Qur'an ini menjadi imam," kata Gus Yahya, menyampaikan pesan Mbah Moen.


Menurut Gus Yahya, apabila Al-Qur'an sudah dijadikan sebagai imam maka tak mungkin seseorang tidak mengerti dan memahami kandungan makna serta barokah yang ada di dalamnya.


"Karena barokah rohani Al-Qur'an sangat kaya," pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono