Nasional

Halaqah Fiqih Peradaban Fatayat NU Bahas Ijtihad Ulama untuk Peradilan Berkeadilan Gender

Sab, 23 Desember 2023 | 10:00 WIB

Halaqah Fiqih Peradaban Fatayat NU Bahas Ijtihad Ulama untuk Peradilan Berkeadilan Gender

Halaqah Fiqih Peradaban dengan tema Ijtihad Ulama NU dalam Bidang Sosial-Politik untuk Peradilan Berkeadilan Gender di Aone Hotel, Jakarta, Jumat (22/12/2023) diadakan oleh Fatayat NU. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) mengadakan Halaqah Fiqih Peradaban dengan tema Ijtihad Ulama NU dalam Bidang Sosial-Politik untuk Peradilan Berkeadilan Gender di Aone Hotel, Jakarta, Jumat (22/12/2023).


Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdullah Aniq Nawawi menyoroti hasil Munas NU tahun 1997 terkait peran dan kedudukan perempuan dalam Islam.

 

Gus Aniq mengingatkan bahwa Munas 1997 membahas lima poin penting, termasuk memberikan hak yang sama kepada perempuan untuk berkontribusi pada agama, nusa, bangsa, dan negara. 

 

Pertama, perempuan dalam Islam mendapatkan tempat yang mulia tentu dengan adil. Dalilnya menurut Gus Aniq bisa dicek di ahkamul fuqaha. Kedua, Islam memberikan hak wanita yang sama  dengan laki-laki untuk mengabdi pada agama, nusa, bangsa dan negara.


Ketiga, umat Islam perlu meninjau ulang anggapan yang merendahkan perempuan karena distorsi budaya berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Keempat, perbedaan peran kodrat dan non kodrat. Peran publik perempuan harus dilindungi terutama dalam sistem negara bangsa yang merupakan tanggung jawab NU untuk mewujudkan.

 

"Ini keputusan NU yang menurut saya sudah sangat luar biasa sebelum 2000. Dilanjutkan dengan Muktamar NU yang ke 30 tahun 1999 yang dibahas Islam dan keseteraan gender," kata Gus Aniq.


Gus Aniq mencatat bahwa keputusan NU sebelum tahun 2000, terutama dalam Muktamar NU tahun 1997 telah menaikkan pandangan terkait Islam dan kesetaraan gender. Dia menyoroti tiga penghalang yang perlu diatasi dalam teologi, budaya, dan politik.

 

Pertama, menafsirkan ulang pemahaman keagamaan. Kedua, melihat secara kritis kembali paham kebudayaan. Ketiga, merombak praktik-praktik politik diskriminatif. "Jadi apa yang digagas PBNU dan Fatayat lewat halaqah peradaban merupakan lanjutan dari Munas dan Muktamar NU," ujarnya.

 

Rektor ISIF Cirebon, Marzuki Wahid menyebut peradaban gender dalam perspektif Islam Nusantara sebagai bagian dari sejarah konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Sejarah nusantara pernah mengapresiasi dan menorehkan peradaban yang cukup bagus bagi perempuan.

 

"Ini jarang diungkap, baik yang masa lalu dijajah oleh Belanda, setelah dijajah, termasuk hari ini banyak perempuan Indonesia tidak ada yang dicalonkan atau mencalonkan sebagai pemimpin negara," jelasnya.

 

"Kita ciptakan tafsir agama, budaya dan politik yang adil gender. Saya mengusulkan perlu ada kebijakan politik yang adil gender," terangnya.

 

Wakil Ketua Lembaga Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Nur Rofiah menjelaskan lensa keadilan hakiki penting untuk mewujudkan peradaban Islam yang adil bagi semua pihak termasuk adil bagi semua perempuan. 


"Keadilan hakiki perempuan dapat kita wujudkan dengan cara mengintegrasikan pengalaman perempuan dalam konsep keadilan. Baik dalam kemaslahatan agama, kebijakan negara, maupun kearifan sosial," terangnya.


Menurut Rofiah, sesuatu hanya benar-benar adil jika sudah memenuhi dua syarat. Pertama, tidak menyebabkan lima pengalaman biologis perempuan menjadi semakin sulit, baik secara biologis maupun sosial.

Kedua, tidak menyebabkan perempuan mengalami salah satu atau lebih dari lima pengalaman sosialnya, yakni stigmasisasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan, dan beban ganda atas nama apapun. 

 

"Jika kita lihat dari fakta sejarah. Selama 23 tahun Islam selama masa kepemimpinan Rasulullah saw/berjuang membebaskan perempuan dari segala jenis ketidakadilan," tandasnya.