Nasional

'Hati Suhita': Merawat Literasi Sastra Pesantren

Ahad, 31 Maret 2019 | 23:30 WIB

'Hati Suhita': Merawat Literasi Sastra Pesantren

Peluncuran novel 'Hati Suhita'.

Jombang, NU Online
Penulis Khilma Anis meluncurkan novel terbarunya, Hati Suhita. Novel Hati Suhita pada awalnya merupakan cerita bersambung yang ‘iseng’ dituliskan pada dinding facebook, namun ternyata menculik hati para pembacanya.

Novel Hati Suhita merupakan salah satu novel karya Ning Khilma setelah JPN; Jadilah Purnamaku Ning dan Wigati. Ia merupakan seorang alumni pesantren yang sejak masa sekolah aktif bergabung pada komunitas penulisan majalah bernama Suara Santri As-sa’idiyyah 'Susana', di Pondok pesantren As-sa’idiyyah Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang. Karya-karya Ning Khilma dengan apik menampilkan tokoh dan seting berlatar belakang pesantren dan nilai luhur adat Jawa.

Novel Hati Suhita mengangkat polemik kehidupan Alina Suhita sebagai perempuan tangguh yang memendam perasaan terhadap sikap dingin suami yaitu Gus Birru. Kisah tentang pergulatan batin antara memperoleh hak sebagai wanita juga kewajibannya sebagai seorang istri.

Drama ini ditambah dengan pihak ketiga, Ratna Regganis, yang sudah sejak lama mengisi hati dan hari Gus Birru. Suasana batin di sepanjang cerita diperkaya dengan nilai falsafah Jawa yang diambil dari cerita wayang maupun babad, juga menyinggung tentang filsafat dan dunia pergerakan mahasiswa. 

Kisah Suhita dalam tiap paragraf yang ditulis oleh Ning Khilma mampu menghadirkan nuansa kekayaan budaya pesantren dan falsafah jawa lengkap dengan sejarah dan nama-nama tokoh yang juga diangkat dari kisah tanah jawa. Hal ini menjadi ciri khas gaya penulisan Ning Khilma dibandingkan dengan sastrawan lainnya. 

Sebagai pesantren yang peduli akan perkembangan sastra, rentetan acara peluncuran novel Hati Suhita diselenggarakan oleh kerja sama Ribath Pondok Pesantren As-sa’idiyyah, As-sa’idiyyah 2, Al-Wardiyyah dan An-Nashriyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur, Jumat (29/3) pekan lalu.

Dalam sesi talkshow, Ning Khilma menjelaskan bahwa dirinya memang lekat dengan pesantren dan budaya Jawa. "Saya menulis yang dekat dengan diri saya. Itu mengapa saya setia, tiga novel yang saya tulis, semua berlatar belakang pesantren dan berfalsafah Jawa," tuturnya.

Editor Hati Suhita, Akhiriyati Sundari, menilai bahwa apa yang ditulis oleh Ning Khilma, novel pesantren yang sarat nilai Jawa tetapi juga dikemas dengan populer merupakan sebuah hal baru. "Berbeda dengan novel Islam atau novel religius lain yang pernah booming, novel Mbak Khilma lebih tepat merepresentasikan kehidupan pesantren," kata Akhiriyati.

Sementara itu, Nyai Hj Umdatul Choirot, sebagai pembicara ketiga menilai bahwa sosok Nyai, Ning, dan Hati Suhita menunjukkan karakter perempuan pesantren yang kuat.

"Nilai gendernya sangat gender pesantren. Maksudnya di situ pengelolaan pesantren lebih menonjol dilakukan oleh tokoh perempuan. Sementara, Gus Birru ditampakkan lebih menyukai dunia aktivis dan pergerakan," paparnya.
   
Merawat Sastra Pesantren

Nyai Hj Sa’adatul Atiyah, mewakili pengasuh pesantren dalam sambutannya mengharapkan bahwa seluruh santri harus memiliki semangat dalam menekuni jejak alumni-alumni dalam setiap proses belajar dan berkarya.

"Dulu kita punya buletin Susana dan klub penulisan. Saya harap para santri bisa melanjutkan semangat dalam berkarya. Saya juga mengucapkan terimakasih pada segenap panitia atas pengabdiannya untuk turut menyukseskan acara semoga para santri sukses dan bisa mengikuti jalan Mbak Khilma," katanya.

Ketua Yayasan Pondok pesantren Bahrul Ulum KH M Wafiyul Ahdi mengatakan santri juga bisa menjadi penulis hebat. "Mari kita rawat literasi sastra pesantren," ujarnya.

Ning Khilma sendiri memberikan motivasi khusus kepada para santri, "Kecakapan menulis harus dimiliki santri. Apa pun peran dan profesinya di masa depan, santri harus berlatih menulis. Agar kelak, misal menjadi guru, hakim, atau apapun, tulisannya bisa mengalir dan dipahami ummat. Salah satunya dengan belajar menulis sastra," ujarnya.

Soal sudah terjual berapa eksemplar novelnya itu, Ning Khilma mengatakan, "Satu gelombang itu 4000 eksemplar. Sekarang waiting list sudah sampai gelombang keempat bahkan."

Gelombang pertama baru dirlis Maret kemarin. Namun, para penggemar Suhita rela menanti novel tersebut hingga dua bulan ke depan. 

Pada peluncuran tersebut juga diwarnai sesi pembacaan fragmen Hati Suhita dan musikalisasi puisi oleh para santri. Para peserta bersorak ramai dan banyak yang mengabadikan momen tersebut dengan ponsel mereka. (Nur Hanifah/Kendi Setiawan)