Nasional

Haul Kiai Sahal Diperingati Sesuai Penanggalan Hijriah

Rab, 24 Januari 2024 | 10:00 WIB

Haul Kiai Sahal Diperingati Sesuai Penanggalan Hijriah

Rais Aam PBNU 1999-2014 KH Sahal Mahfudh. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Pengasuh Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati, Nyai Hj Tutik Nurul Jannah, mengatakan bahwa Haul Rais Aam PBNU tiga periode (1999-2004, 2004-2010, 2010-2014) KH MA Sahal Mahfudh diperingati Sesuai Penanggalan Hijriyah.


Penegasan tersebut disampaikannya kepada NU Online, Senin (22/1/2024) kemarin. “Mohon maaf untuk haul Kiai Sahal, kami memperingatinya sesuai penanggalan Hijriah. Bukan penanggalan Masehi,” kata Ning Tutik, sapaan akrabnya.


Saat ditanya apa pertimbangan memperingati Haul Kiai Sahal sesuai penanggalan Hijriah, bukan penanggalan Masehi, penulis buku biografi Kiai Sahal dan Nyai Nafisah ini mengaku karena sesuai tradisi di pesantren dan lingkungan Kajen.


“Pertimbangannya sesuai dengan tradisi di pesantren dan lingkungan kami. Hampir hampir di antara kami di sini tidak ada yang memperingati haul dalam penanggalan masehi,” ungkapnya.


“Para kiai kami diperingati haulnya sesuai dengan penanggalan hijriyah,” sambung perempuan asal Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur itu.


Ning Tutik menambahkan bahwa wafatnya Kiai Sahal Mahfudh pada Jumat dini hari, 24 Januari 2014 atau 22 Rabi'ul Awal 1435 H pukul 01.00 WIB.


Dihubungi terpisah, Pengasuh Ma'had Aly Mathaliul Falah Kajen KH Umar Faruq mengatakan bahwa Kiai Sahal wafat pada 22 Rabi'ul Awal 1435 H yang bertepatan dengan 24 Januari 2014.


Alumnus MA Mathali’ul Falah Kajen tahun 1992 ini bercerita bahwa dirinya dua hari sebelum wafatnya Mbah Sahal justru melawan banjir dari Kajen menuju Rembang.


“Hal itu saya lakukan pergi-pulang karena ada acara takhtiman Al-Qur’an di desa saya,” kenang kiai muda asal Rembang ini kepada NU Online, Rabu (24/1/2024). 


Payung bagi semua

Saat ditanya tentang sosok Mbah Sahal, Kiai Umar mengatakan bahwa Mbah Sahal merupakan prototipe ulama yang tidak suka publisitas, apalagi pencitraan.


“Mbah Sahal adalah sosok yang menjadi ‘payung’ bagi semua,” ungkap pria penghafal Qur’an 30 juz yang juga Kaprodi Zakat Wakaf Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Kajen ini.


Dalam pandangan Kiai Umar Faruq, Mbah Sahal merupakan prototipe kiai yang menaungi semua kelompok, golongan, dan latar belakang. Suatu ketika, ia menyaksikan langsung Mbah Sahal dikunjungi beberapa ulama asal Jawa Timur. Mereka ingin bertanya soal Sunni-Syi’ah.


“Saya sungguh terharu ketika melihat para kiai besar yang surbannya besar-besar gitu mereka cium tangan bolak-balik kepada Mbah Sahal, kiai yang berbusana sedemikian sederhana,” kenangnya.


“Namun, dengan arif dan bijaksana Kiai Sahal memberi nasihat kepada para tamu agar tidak menanyakan isu tersebut. Agaknya beliau memahami jika pernyataan tentang Syiah akan dijadikan senjata bagi mereka,” tutur Kiai Umar.