Nasional

Inilah Hikmah dari Perbedaan Pendapat Para Sahabat saat Hijrah

Sel, 17 September 2019 | 04:00 WIB

Inilah Hikmah dari Perbedaan Pendapat Para Sahabat saat Hijrah

KH Yusuf Chudlori. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Perbedaan pendapat dan pandangan (ikhtilaf) terhadap satu hal, khususnya masalah agama, memang sudah menjadi hal yang lumrah. Masing-masing memiliki dasar dan dalil yang menguatkan pandangan tersebut. Tidak hanya terjadi saat ini, perbedaan ini sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
 
Saat Nabi Muhammad dan para sahabat tinggal di Makkah, mereka selalu mendapatkan tekanan dan intimidasi dari kafir Quraisy. Abu Lahab, Abu Jahal, dan kelompoknya selalu menghalang-halangi umat Islam saat akan melaksanakan ibadah.
 
Kondisi ini pun memunculkan dilema bagi umat Islam saat itu. Sebagian sahabat meminta kepada Nabi Muhammad untuk segera hijrah ke daerah yang aman dan nyaman sehingga mereka bisa melaksanakan ibadah dengan tenang.
 
Namun, Umar Bin Khattab yang terkenal pemberani dan ditakuti oleh penduduk Makkah tidak setuju umat Islam berhijrah. Karena, jika hijrah umat Islam akan dinilai penakut dan lemah. Ia berprinsip takut hanya kepada Allah SWT bukan kepada manusia.
 
“Terpenting dari perbedaan pendapat ini adalah saling menjaga dan menghormati. Beda tidak apa-apa. Tetapi jangan merasa paling benar sendiri,” tegas Pengasuh Pesantren Asrama Pelajar Islam (API) Tegalrejo, Magelang Jawa Tengah KH Yusuf Chudlori saat mengupas hikmah Bulan Muharram pada Pengajian Seninan di Masjid Kauman Tegalrejo, Senin (16/9).
 
Perbedaan pendapat para sahabat ini pun selesai saat Nabi Muhammad SAW mendapat firman dari Allah untuk berhijrah. Karena ini merupakan perintah Allah, maka sahabat yang tadinya tidak setuju hijrah pun mematuhi dan ikut berhijrah. Ketika Nabi memberi komando, maka para sahabat pun kompak mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.
 
Situasi seperti ini yang menurut Gus Yusuf patut dicontoh khususnya oleh warga NU. Ketika terjadi perbedaan pendapat karena belum ada dawuh (instruksi) dari para ulama, maka hal itu wajar terjadi.
 
“Tapi ketika sudah ada dawuh dari para kiai, maka kita harus berkumpul menjadi satu. Kalau dulu para sahabat satu komando ikut Nabi, saat ini kita harus satu komando ikut para ulama,” tegasnya pada acara yang diunggah di Akun Facebook Gus Yusuf Channel.
 
Selain itu, Gus Yusuf juga mengajak kepada umat Islam untuk mencontoh akhlak yang dicontohkan oleh kaum Muhajirin dan Ansor saat hijrah. Sebagai pendatang, Muhajirin memberikan contoh yang baik dengan mengikuti adat dan kebiasaan yang sudah ada pada kaum Ansor. Dengan sikap ini tidak terjadi konflik selama proses hijrah.
 
“Ini juga sudah dicontohkan para Wali Songo yang menyebarkan Islam dengan memperhatikan adat istiadat masyarakat Nusantara pada waktu itu. Jika dulu yang membawa Islam ke Indonesia dengan kesombongan, saya yakin Islam tidak akan sebesar ini,” katanya.
 
Maka dengan metode dakwah seperti ini, para Wali Songo selaku Muhajirin mampu dengan maksimal mengislamkan penduduk Nusantara. “Dengan cara ini budayane mlaku, syariate mlebu (budayanya jalan, syariatnya masuk)," pungkasnya.
 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori